Selasa, 08 September 2009

Kudeta Di Nias Tanoniha oleh Jerman 1942


Pulau Nias adalah terdiri dari 4 Kabupaten dan 1 Kotamadya yang merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Utara yaitu Kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat dan Kodya Gunungsitoli biasa disebut Hulo Tanoniha, mempunyai jarak ± 85 mil laut dari Sibolga (daerah Provinsi Sumatera Utara). Daerah Kabupaten Nias merupakan daerah kepulauan yang memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 27 buah. Banyaknya pulau-pulau kecil yang dihuni oleh penduduk adalah sebanyak 11 buah, dan yang tidak dihuni ada sebanyak 16 buah.Luas wilayah Kabupaten Nias adalah sebesar 3.495,40 km2 (4,88 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara), sejajar dan berada di sebelah barat Pulau Sumatera serta dikeliling oleh Samudera Hindia.

Kudeta Jerman Di Pulau Nias

Judul diatas pastinya sangat menarik. Bagaimana sekelompok orang-orang Jerman yang dianiaya di Hindia Belanda bisa berontak terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Peristiwa sejarah ini sangatlah menarik dan banyak orang yang belum mengetahuinya. Sangat menarik bila sejarah kecil ini—La Petite Histoire istilah Rosihan Anwar—ini diangkat sebagai tulisan utuh berbentuk buku. Setidaknya akan memperkaya khazanah Indonesia umumnya dan Nias khususnya. Berikut ini hanya sekelumit cerita menarik tentang kudeta orang Jerman terhadap Belanda di Nias.

Pada 19 januari 1942, kapal Van Imhoff meninggalkan Sibolga. Kapal ini mengangkut 477 internir Jerman ke India. Tidak jauh dari pelabuhan muncul pesawat pengintai Angkatan Laut Jepang (Kaigun) yang menjatuhkan bom ke kapal, perlahan kapalpun tenggelam. Seratus sepuluh orang Belanda, awak kapal dan penjaga tawanan Jerman, berhasil menyelamatkan diri dengan sekoci. Para tawanan dibiarkan mati konyol di laut. Kapten kapal, sebelum pergi meninggalkan kunci-kunci kepada komandan Jerman yang segera membebaskan para tawanan yang terkurung. Banyak orang Jerman yang panic lalu tenggelam. Salah satunya Walter Spies[1]. Sayangnya sekoci kapal sudah habis disikat orang-orang Belanda. Hanya ada kapal kerja (werkboot) dan sejumlah rakit.[2]

Ledakan bom yang dijatuhkan pesawat pengintai Jepang, menyebabkan banyak ikan laut mati disekitar tenggalamnya kapal, akan mengundang ikan hiu. Karenanya tawanan yang selamat berusaha secepat mungkin meninggalkan puing-puing kapal. Kondisi ini juga membuat sebagian tawanan bunuh diri. Bagi yang bersemangat hidup, berusaha membuat rakit dari puing sisa ledakan. Sekelompok tawanan menemukan sebuah perahu dayung sepanjang 2-3 meter, perahu lalu diisi 14 orang dipimpin oleh Albert Vehring. Ada 200 orang yang tertinggal dalam kapal. Akhirnya sebuah rombongan dengan 2 perahu dan sebuah rakit, dipimpin oleh Vehring, melihat kapal Belanda bernama Boeloengan. Orang-orang Jerman malang itu mengira akan diselamatkan oleh kapal Belanda. Sayang, setelah bertanya: “apa kalian orang Belanda?” karena merasa tidak digubris, Boeloengan keburu kabur begitu tahu yang dijumpainya adalah Jerman yang akan berbahaya bila sekapal, mengingat Jerman adalah musuh mereka secara politis. Membiarkan musuh mati lebih baik daripada menolongnya.[3]

Hampir semua dari mereka, sampai di Nias ditangkap lalu disekap oleh aparat keamanan Belanda disana. Orang Jerman ini akhirnya dibawa ke Gunung Sitoli.[4] Orang-orang Jerman malang yang berjumlah 67 orang mencapai Nias dalam beberapa rombongan. Salah satu rombongan ada terdampar di Nias Selatan.

Pada hari ke empat, 23 Januari 1942, kondisi mereka semakin payah. Mereka kehausan, lapar, kekeringan serta disiksa terik matahari di pantai nIas yang menanjak. Dalam kondisi frustasi ini seorang berusia 73 tahun bunuh diri. Untung saja, beberapa orang Nias yang bersahabat dan seorang pastur Belanda, Ildefons van Straalen, menolong mereka dengan makanan dan minuman pada sisa-sisa orang Jerman itu.[5]

Sekelompok orang Jerman, berjumlah 35m orang, itu lalu mencapai Hilisimaetano, ibukota Nias Selatan. Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan itu, mereka dirawat sebelum dibawa ke Gunung Sitoli. Disana mereka bertemu dengan kawan-kawan Jerman lainnya dalam tangsi (kazerne).[6]

Terhitung dari 67 orang yang sampai ke Nias, 2 orang tewas, satu tewas karena kecelakaan perahu dan satu sang kakek yang bunuh diri tadi. Sisa dari mereka adalah 65 orang.

Orang-orang Jerman itu dijaga beberapa orang Belanda dan 38 angggota Veldpolitie.[7] Karena Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati 8 Maret 1942, maka pejabat Belanda di Nias bingung, apa yang harus mereka perbuat. Termasuk pada tawanan Jermannya.[8]

Selama dalam tahanan, Vehring bersekongkol dengan polisi Indonesia.[9] Polisi pribumi itu dengan mudah dibujuk itu tidak puas dengan majikannya, Belanda. Mereka lalu merencanakan sesuatu, kudeta atas pulau Nias. Sebuah baku tembak lalu terjadi, dan sejumlah orang Belanda dan Inggris lalu dijadikan kaum internir oleh orang-orang Jerman yang kini berkuasa. Untuk ini Fischer menjadi perdana menteri Nazi Jerman untuk pulau Nias. Karenanya lambing swastika khas Nazi Jerman mereka buat. Sebuah kontak dengan Jepang-pun mereka buat.

Pada 17 April, tentara jepang mendarat di Nias dengan sambutan meriah dari orang-orang Indonesia. Lagu Indonesia raya saat itu dinyanyikan. Mereka semua memberikan heil Hitler. 20 april yang istimewa, ulang tahun sang fuhrer Adolf Hitler, dirayakan dengan meriah oleh orang-orang Fasis tadi—Jerman dan Jepang sekutunya. 21 April, melaui jalur laut, Teluk Dalam diduduki, dan Hilisimaetano keesokan harinya. Pelan-pelan Jepang menjadi penguasa baru atas pula Nias dengan mudah atas usaha kawan Jermannya tadi. Semua orang Jerman lalu meninggalkan pulau Nias menuju Sibolga kecuali dr Heidt yang lalu bunuh diri karena kesepian pada Agustus 1942.

10 Mei 1940
Belanda diserang tentara payung Nazi Jerman. Ratu Wilhelmina beserta kabinet Belanda melarikan diri ke London.

Akibatnya, orang-orang Jerman yang berada di Hindia Belanda ditangkap dan diinternir oleh Polisi Hindia Belanda dan diinternir diberbagai kamp salah satunya di Ngawi, Jawa Timur.

Di Hindia Belanda ketika sebelum perang orang-orang Jerman aktif dalam berbagai profesi, seperti dokter, pengusaha, guru sekolah dan lainnya.

19 Januari 1942
Belanda mengangkut tawanan Jerman dengan menggunakan kapal penumpang "Van Imhoff" yang mengangkut 477 orang Jerman menuju India dari pelabuhan Sibolga.

Tak lama setelah berlabuh, sebuah pesawat pengintai Angkatan Laut Jepang (Kaigun) menjatuhkan bom di atas "Van Imhoff". Kapal tenggelam dan ratusan orang yang berada di dalam kapal meninggal termasuk Seniman Jerman yang bertahun-tahun tinggal di Bali, Walter Spies. Sebagian lagi diselamatkan oleh kapal penyelamat Belanda. Sebagian menyelamatkan dengan menggunakan sekoci.

22 Januari 1942
Kapal penyelamat tiba di Pulau Nias membawa 36 Jerman yang masih hidup. Kemudian mereka setelah dirawat dibawa ke Gunung Sitoli.

23 Januari 1942
Sebuah sekoci kecil dari kapal "Van Imhoff" terdampar di pantai Nias membawa 14 orang tawanan Jerman. Mereka ini pun kemudian dibawa ke Gunung Sitoli

Total tawanan Jerman dari kapal "Van Imhoff" ditambah dengan tahanan yang telah ditahan sebelumnya adalah 65 orang yang dijaga oleh beberapa orang Belanda dan 38 anggota veldpolitie (polisi lapangan)

9 Maret 1942
Komandan tentara KNIL, Letjen Ter Poorten menyerah kepada tentara Dai Nippon dibawah pimpinan Letjen Imamura. Tentara KNIL di Sumatera Utara dan Tapanuli dibawah pimpinan Mayjen Overakker juga menyerah. Di Nias pejabat Belanda bertanya-tanya apa yang harus mereka perbuat.

29 Maret 1942
Orang-orang Jerman yang ditahan berhasil meloloskan diri dan merebut senjata. Akhirnya kemenangan diperoleh para tawanan Jerman yang kemudian mereka balik menawan orang-orang Belanda termasuk orang-orang Inggris dan orang-orang Eropa lainnya.

Dr. Heidt mengambil alih pimpinan atas Pulau Nias. Suatu kudeta, perebutan kekuasaan telah terjadi.

17 April 1942
Tentara Jepang mendarat di Pulau Nias. Waktu itu masih ada 37 orang Jerman disana, semua mereka memberikan salut Hitler. Nias, setelah "Pemerintahan-interm" Jerman yang singkat, jatuh dibawah kontrol Jepang

20 April 1942
Orang-orang Jerman bersama-sama orang-orang Jepang merayakan hari ulang tahun Adolf Hitler, dengan seruan 3 kali "Banzai" dan 3 kali "Sieg Heil".

Sumber Buku Sejarah Kecil Indonesia oleh: Rosihan Anwar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hilisataro tempo doeloe

Hilisataro tempo doeloe