Möi Malu Dahönagö, Sambua Ihalö ba Isataigö, Malu Daföfögö, Sambua Ihalö ba Iföfögö. Good Person & Integrity
Senin, 28 September 2009
Jerman Timur Dulunya Tidak Ada Pisang
Sistem ekonomi otokratik atau sering dikenal dengan nama 'command and control' adalah sistem yang dianut oleh negara-negara komunis. Dasar pemikiran dari sistem command and control ini adalah bahwa pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah akan membawa keadilan yang lebih merata.
Namun kenyataan menunjukkan bahwa keadilan yang dicari oleh pemerintah ini dapat terkorupsi sebab aparat negara yang merencanakan pembangunan dan merencanakan pemerataan ini ternyata berubah menjadi eksklusif. Kekuasaan yang terlalu besar pada pemerintah telah mengubah fokus mereka untuk menjaga kelanggengan pemerintah dan mulai menerapkan tangan besi untuk memaksakan kehendak.
Semakin keras pemerintah menekan dan memaksa, semakin rendah moral rakyat untuk berproduksi. Dan anekdot populer setelah keruntuhan tembok Berlin menggambarkan gagalnya pemaksaan dan aturan ekonomi 'command and control' yang diterapkan oleh pemerintahan komunis Jerman Timur tersebut. Disebutkan bahwa penduduk Jerman Timur tidak pernah memakan pisang sebab buah pisang ini tidak pernah diproduksi di Jerman Timur. Berbagai toko-toko buah dan makanan pun akhirnya mulai berdiri di sepanjang jalan yang menghubungkan perbatasan Jerman Timur dan Jerman Barat. Pemerintah Jerman Barat pun menyadari keinginan penduduk Jerman Timur untuk mencoba rasa buah pisang yang eksotik ini, Pemerintah Jerman Barat kemudian membagikan buah pisang gratis pada penduduk Jerman Timur untuk merayakan runtuhnya komunisme di tempat Postdamer Platz, Berlin segera setelah tembok Berlin itu diruntuhkan.
Disini dibuktikan bahwa prinsip ekonomi pasar bebas jelas memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan ekonomi 'command and control'. Pasar bebas akan menyediakan barang yang diinginkan penduduk, dan bukannya barang yang menurut para birokrat dibutuhkan oleh penduduk. Landasan utama keajaiban sistem pasar bebas ini bisa diringkas dengan peribahasa berikut: dua kepala menghasilkan solusi yang lebih baik daripada solusi satu kepala. Dan dengan mengikut-sertakan seluruh otak-otak masyarakat untuk berpartisipasi dalam sistem ekonomi ini, maka sistem ekonomi pasar telah terbukti lebih unggul dari sistem ekonomi command and control.
Lalu teknik apa yang memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi? Yang pertama adalah adanya hubungan antara usaha dan hasil. Tiap orang yang ingin memperoleh sesuatu keuntungan perlu menyumbangkan kerja yang dapat dinikmati oleh orang lain (pembayar/konsumen) . Jadi pelaku-pelaku ekonomi yang dapat mengidentifikasi kebutuhan konsumen dan dapat menyediakan barang atau jasa yang memenuhi keinginan konsumen dengan harga murah dan kualitas tinggi akan menerima balas jasa yang seimbang dengan usahanya tersebut. Demikianlah maka sistem ekonomi yang baik akhirnya akan berorientasi lebih kepada pemenuhan kebutuhan konsumen.
Lalu bagaimana dengan produsen? Kita ingat bahwa elemen utama dari sistem ekonomi yang baik adalah pemenuhan kebutuhan konsumen. Produsen yang baik tentu harus dapat mengenal kebutuhan konsumennya. Masalah timbul bila produsen ini memiliki kemampuan yang besar untuk memanipulasi persepsi konsumen. Alih-alih menunggu dan mencari apa yang dibutuhkan konsumen, produsen dapat menciptakan barang baru dan membujuk konsumen agar konsumen percaya bahwa barang yang mereka produksi dibutuhkan oleh konsumen. Kita berikan contoh ekstrim pada industri narkoba. Konsumen yang dulunya tidak membutuhkan narkoba bisa dibujuk dan dibuat kecanduan sehingga produsen narkoba memperoleh konsumen baru dan industri narkoba yang sebenarnya tidak diperlukan akhirnya menjadi kebutuhan pokok dari konsumen tersebut. Contoh lain yang agak ringan barangkali dalam hal industri rokok. Rokok jelas bukanlah kebutuhan utama manusia sebab manusia bisa hidup normal tanpa merokok. Namun berbagai iklan dan advertisement dapat mengubah persepsi muda-mudi yang seharusnya sehat dan menjauhi rokok, dan mengubahnya menjadi pecandu rokok karena mereka tidak bisa lepas dari efek nikotin dalam rokok. Contoh lainnya juga adalah dimana produsen barang impor mewah yang menyatakan bahwa wanita/pria tidak akan cantik/ganteng kalau tidak menggunakan barang impor asli yang harganya dibawah 50 juta rupiah, misalnya. Disinilah dapat kita lihat bahwa ternyata sedikit demi sedikit konsumen mulai kehilangan posisi pentingnya dalam proses pasar bebas ini. Posisi sentral konsumen sebenarnya telah digantikan oleh produsen yang dapat 'memaksakan' konsumen untuk membeli barang yang diproduksi oleh produsen. Jadi ini adalah salah satu kelemahan sistem pasar bebas, yang dikenal dengan nama 'peng-agung- agungan konsumerisme' .
Penamaan ini sebenarnya salah, sebab walaupun yang diusung tinggi dalam iklan-iklan adalah kata-kata 'Buy... Buy,.... Consume.... Consume...." fokus utama dari iklan ini adalah kekuatan produsen yang ternyata sudah melebihi kekuatan konsumen secara agregat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar