1. Fõsi
Pohon yang menjulang tinggi ini dalam bahasa daerah Nias disebut Fõsi. Pohon yang belum diketahui bahasa Indonesia ini hanya ditemukan di daerah Nias Selatan. Sekilas bentuk daun dan batangnya seperti pohon kedondong.
Pada zaman dulu sebelum agama masuk, pohon Fõsi dianggap sebagai pohon keramat bagi masyarakat setempat yang diyakini mampu meramal tentang masa depan. Misalnya bila salah satu dahannya patah, itu berarti ada anggota keluarga bangsawan yang akan meninggal. Selain itu, pohon Fõsi juga dijadikan sebagai tanda kemakmuran suatu desa yang akan dibentuk.
“Jika disuatu daerah akan dibangun sebuah desa maka disitu akan ditanam Fõsi. Bila Fõsi tumbuh subur itu menandakan bahwa desa tersebut akan makmur sementara hal sebaliknya akan terjadi bila Fõsi tidak dapat tumbuh dengan baik,” tutur Ibu Lusia Sutrisni Telaumbanua (40), salah seorang staf Museum Pusaka Nias yang khusus membidangi flora dan pembudidayaan tanaman tradisional.
Menurut ibu Lusia, belum diketahui pasti apakah pohon yang satu ini hanya ditemukan didaerah Nias Selatan sebab menurut kabar, pohon ini juga ditemukan didaerah perbatasan kecamatan Idanõgawo Kabupaten Nias. Jumlahnya juga sangat sedikit.
Berbagai macam cerita yang muncul seputar keberadaan pohon Fõsi serta maknanya bagi masyarakat Nias membuat ibu Lusia giat untuk menggali informasi yang lebih dalam. “Saat ini saya mencoba untuk menulis tentang pohon Fõsi ini selain untuk mengetahui lebih banyak lagi juga agar pohon ini semakin dikenal oleh masyarakat secara luas,” ujarnya.
Belum diketahui bagaimana cara pembibitan pohon yang satu ini. Namun hal terpenting yang harus diperhatikan dalam menanam pohon Fõsi adalah media tanam haruslah menggunakan tanah yang subur. Bila tidak, pertumbuhannya sedikit terhambat.
- 2. Berua
Pohon yang dikenal kuat dan tahan air ini biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan kapal. Karena kayunya yang sangat keras maka pohon Berua sering dipilih sebagai nama desa atau kecamatan yakni Tuhemberua karena dianggap sebagai lambang kekuatan. Seperti kecamatan Tuhemberua di kabupaten Nias Utara dan desa Tuhemberua di kota Gunungsitoli.
- 3. Boli
Daun pohon Boli memiliki khasiat untuk penurun demam dengan cara meminum air perasan daunnya atau dengan menggunakan air rebusan daunnya untuk air mandi.
Sementara untuk batangnya, pohon Boli dipercaya sebagai penangkal petir dan pendingin rumah sehingga pada saat masyarakat Nias membangun rumah, sudah menjadi tradisi bila batang pohon Boli harus diletakkan dibubungan rumah.
- 4. Pohon Muru-muru
Sifatnya yang tumbuh tidak sembarangan ini bukan dipengaruhi oleh media tanamnya tetapi lebih kepada cara penananam dan perlakuan terhadap pohon Muru-muru. Sulitnya membudidayakan pohon tersebut menimbulkan suatu kepercayaan yakni bila seseorang berhasil menanamnya itu berarti orang tersebut adalah seseorang yang bertangan dingin terutama dalam bercocok tanam.
Selain itu ada beberapa jenis pohon lainnya yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Nias baik untuk bahan bangunan maupun untuk kebutuhan lainnya. Pohon yang biasanya digunakan sebagai bahan bangunan yakni Hoya (Nibung), Afoa (Selasihan), Manawa, Bayo, Godu dan Simalaeso.
Ada juga pohon Oholu yang kulitnya dimanfaatkan sebagai pembuatan baju pada jaman dulu dan pohon Ewo (sejenis beringin) yang akarnya digunakan sebagai pengikat beban dan alas periuk tanah.
Perlu Dilestarikan
Dari paparan diatas, nyata betul bahwa pohon memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Nias. Dapat disimpulkan, fungsi pohon itu ada empat yakni sebagai penjaga keseimbangan alam dan udara, sebagai bahan bangunan, sebagai sebuah lambang serta sebagai sumber pengobatan.
Sayangnya, keempat fungsi ini masih belum disadari sepenuhnya oleh masyarakat sehingga perilaku untuk “gunakan terus” tanpa melakukan penanaman kembali tetap terjadi. Misalnya saja pohon Hoya (Nibung) yang sangat diperlukan untuk pembangunan rumah adat.
“Mungkin diperlukan peran pemerintah atau lembaga tertentu untuk menyosialisasikan kepada masyarakat akan pentingnya pelestarian pohon,” ujar Ibu Lusia.
Selain itu menurut Ibu Lusia, rendahnya partisipasi masyarakat dalam melakukan pelestarian pohon adalah kurangnya motivasi masyarakat untuk membudidayakan pohon. Hal ini mungkin dikarenakan pembudidayaan pohon yang membutuhkan waktu yang lama sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Berangkat dari kendala tersebut, momen hari Pohon 21 November 2011 hendaknya dijadikan sebagai awal bagi masyarakat dan pemerintah untuk bersama-sama memikirkan pelestarian pohon yang sangat diperlukan oleh masyarakat kita sendiri. Penanaman pohon sebaiknya dilakukan sejak dini agar jangan sampai jumlah pohon yang ada semakin berkurang hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. (ANOVERLIS HULU)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar