Jumat, 25 November 2011

Menghitung Ukuran (Fanerai Sua-su'a) Masyarakat Nias Tanoniha Tempo Doeloe

Brilyan & Gracia @Museum GOWA Makasar 2006

Pada zaman dulu masyarakat Nias memiliki cara menghitung ukuran (Su'a-su'a):

1. Ukuran Besar (Fa'ebua)

2. Ukuran Besar (Fa'ebua)

3. Ukuran Berat (Fa'awua)

4. Ukuran Panjang (Fa'anau)

5. Ukuran Jarak (Fa'arou)

6. Ukuran Luas (Fa'awolo)

7. Ukuran Ketinggian (Fa'alawa)

8. Ukuran Kedalaman (Fa'awakha)

9. Ukuran Banyak ( Fa'oya)

10. Ukuran Waktu (Fa'ara ginoto).

Ada tiga alat yang biasa digunakan oleh masyarakat Nias mulai sejak dulu hingga saat ini dalam mengukur sesuatu yaitu:

  1. Lauru
  2. Afore
  3. Fali'era

Ketiga jenis alat tersebut sering dipergunakan dalam berbagai kegiatan dan upacara-upacara seperti upacara adat, pesta pernikahan, gotong royong, penentuan jujuran, kegiatan jual beli, dan lain-lain.

Agar lebih jelas mengenai ukuran tidak baku yang digunakan di daerah Nias berikut uraian beserta contoh pemakaiannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ukuran Banyak

Dalam hal mengukur banyak benda misalnya banyak bulir padi (ulitö) / beras (böra), alat yang digunakan adalah "Lauru". Ada beberapa ukuran yang termasuk alat ukur ini seperti tumba (jumba), hinaoya (setengah jumba), kata (gantang), ngaso'e / zo'e (lima belasan kulak), aso / teko (tekong). "Tumba" terbuat dari kayu yang bentuknya bulat menyerupai silinder, sementara "teko" seukuran kaleng susu.

Tumba adalah: 1. alat ukur (su'a-su'a) isi beras, padi, jagung atau kacang-kacangan, juga dipakai untuk mengukur isi minyak tanah/minyak goreng. 2. satuan isi beras, padi, jagung atau kacang-kacangan yang setara dengan 1,5 liter. Beras sebanyak 1 tumba beratnya kurang lebih 1,5 kg. Ha'uga tumba/dumba mböra ni'ölimö? artinya "Berapa jumba beras yang kamu beli?

Adapun kesamaan ukuran satuan ini yaitu "1 lauru" sama banyaknya dengan "4 tumba" (sebagian juga menyebutnya 5 jumba), "1 tumba" sama dengan "dombua (2) hinaoya", dan "1 hinaoya" sama dengan "2 kata".

Beberapa satuan lain yang digunakan untuk menyatakan banyaknya barang/benda/orang dalam bahasa Nias yaitu:

  • ngamböbö (ikat), ukuran satuan ini digunakan untuk menyatakan banyaknya daun yang sudah digabung dan diikat seperti 2 ngamböbö gambe, 5 ngamböbö mbulu gowi, dll.
  • nganu'i
  • daga, digunakan untuk menyatakan banyaknya hasil panen dari kebun misalnya hasil kebun singkong sebanyak 2 daga.
  • nga'örö (lembar)
  • ngafu (rumpun)
  • ngawawa (kelompok)
  • nga'ela (bengkawan)
  • ngawua (buah/biji)
  • ngenoli (susunan)
  • nga'oli (urutan)
  • ngatane (tumpak)
  • löwö-löwö (pinjungan), digunakan untuk menyatakan banyaknya simbi (rahang babi) yang dibawa ke rumah mempelai perempuan dalam upacara adat pernikahan. Biasanya simbi disatukan dengan daging babi dan dibungkus dengan daun pisang.
  • zare (jerait)
  • rozi, digunakan untuk menyatakan banyaknya rambut, balok, dll
  • Fanusa'a/ belea (pikulan), digunakan untuk menyatakan banyaknya benda yang dipikul seperti sambut fanusa'a nduria (buah durian), 2 belea gitö (karet), 1 belea gae (buah pisang)
  • ndra'u (tangkap)
  • duyu (jumput)
  • gokhö (genggam)
  • asoa (perian)
  • olola
  • rumbi (guci, tempayan), digunakan untuk menyatakan jumlah air / benda cair yang sudah ditampung, misalnya sarumbi wanikha, önö rumbi nidanö
  • mbawa (teguk)
  • bola - bola
  • nga'eu (ekor, batang), digunakan untuk menyatakan banyaknya ternak atau tanaman, seperti 5 nga'eu mbawi (babi), 7 nga'eu göröbao (kerbau), 10 nga'eu nambi (kambing), 20 nga'eu zimalambuo
  • ngahawo (sisir, tandan)
  • nalai (mayang)
  • namohi (tandan)
  • na'ukhu (tual), digunakan untuk menyatakan banyaknya potongan kayu, misalnya 3 nga'ukhu geu (kayu)
  • ngandroto (ruas), digunakan untuk menyatakan banyaknya potongan tanaman seperti dombua ngandroto döwu (tebu), 7 ngandroto lewu'ö (bambu)
  • böi-böi (tetes), digunakan untuk menyatakan banyaknya takanan benda cair, seperti minum obat sebanyak 3 böi-böi (tetes)
  • mbinö-binö (pepes)
  • sawuru (selingkar jengkal daun)
  • na'ola (lundang)
  • na'ölu, digunakan untuk menyatakan banyaknya daun yang sudah disatukan seperti banyaknya makanan babi 5 nga'ölu.
  • ngasi (golongan), digunakan untuk menyatakan sekelompok orang seperti ngasi nuwu (paman), ngasi mbambato (besan), ngasi zamatoro (pemerintah), dll
  • nalae (hamparan daun pisang)
  • sole (tempurung)
  • hakhi
  • balö
  • fanusa'a
  • dll

Ukuran Besar

Alat yang digunakan untuk menghitung besar lingkar dada babi dinamakan "Afore". Besar lingkar dada babi dipengaruhi oleh bobot babi seperti berat dan gemuk tidaknya seekor babi.

Untuk mengukurnya dibutuhkan daun kelapa muda (bulu nohi safusi / bulu lehe-lehe nohi) atau bisa juga dengan menggunakan daun "kele'ömö" yang sudah kering. Daun tersebut dililit disekitar dada babi baru dipotong dengan pisau tajam. Diusahakan sebelum dipotong kedua ujung daun harus benar-benar ditarik dan dipotong tepat diatas tulang punggung babi.

Dari potongan daun itu, lalu ujung daun yang satu di tempatkan pada titik yang sudah ditandai di atas afore kemudian di bentangkan disepanjang gafore. Barulah menghitung ukurannya dimulai dari sambua manu, dombua manu, tölu tu'e, öfa tu'e (sambua olola), lima tu'e, sara alisi, dua alisi, tölu alisi, öfa alisi, lima alisi, önö alisi, ...., siwa alisi,... sampai dengan zifelendrua (12) alisi.

Enam alisi atau önö olola dinamakan juga dengan "sazilo"

Berdasarkan diameter atau lingkar dada babi maka kita bisa menghitung berapa harganya. Biasanya 1 alisi babi harganya berkisar Rp300.000 - Rp400.000. Jadi harga sazilo babi yaitu 6 alisi x Rp300.000 = Rp1.800.000 sampai dengan Rp2.400.000.

Didaerah Nias barat, harga babi ditentukan dengan mengonversi ukuran lingkar dada babi ke satuan "laharö" (selebar jari). 1 alisi = 5 laharö, sementara harga 1 laharö babi = Rp60.000 s/d Rp70.000.

Sebagian juga, babi diperjual belikan dengan menggunakan satuan berat. Nah, kira-kira berapa kilo ya babi yang ukuran lingkar dadanya öfa tu'e? öfa tu'e babi (1 olola) beratnya sekitar 12 kg. Sementara itu, berat 1 alisi = kurang lebih 18 kg, sazilo = kurang lebih 72 kg.

Selain itu ada juga satuan lain yang digunakan untuk mengukur besar diameter / lingkar suatu benda seperti sanalagu (sepelukan), sawösi (secekak). Besar diameter kadang juga diumpamakan dengan besar benda / tumbuhan yang menyerupainya seperti:

  • mae bu (seujung rambut)
  • mae tuturu (sebesar jari)
  • mae tugala (sebesar batang puar)
  • mae bisi (selebar betis)
  • mae faha (sebesar paha)
  • mae sagu (sebesar batang sagu)
  • mae fombu (sebesar tabung bambu)
  • mae lou (sebesar lumbung)
  • mae hao (sebesar bambu betang)
  • mae fino (sebesar batang pinang)
  • mae ohi (sebesar batang kelapa)
  • dll

Ukuran Berat

Biasanya, berat diukur dengan menggunakan alat timbangan. Nah, untuk mengukur berat sebuah benda, suku Nias menamakan ukurannya dengan "Fali'era" yaitu membandingkan berat sebuah benda dengan benda lainnya.

Ukuran Panjang

Tidak ada alat khusus yang digunakan untuk mengukur panjang sebuah benda di daerah Nias. Lain halnya dengan saat ini bisa ditentukan dengan menggunakan "meter". Zaman dulu biasanya menggunakan bantuan "goya-koya" (galah) dari bambu, atau bisa juga dengan menggunakan tali yang diambil dari hutan (wewe).

Setelah diukur, lalu panjangnya dihitung dengan membentangkan kedua tangan pada ukuran tersebut. Dalam bahasa Nias cara ini dinamakan "ladöfaini" (depa). Jadi penyebutan ukuran panjang benda misalnya zisandröfa (zidöfa), sodombua ndröfa (dua ngaröfa), tölu ngaröfa, öfa ngaröfa, dst.

Beberapa cara lain untuk menentukan ukuran satuan panjang dalam bahasa Nias, seperti:

  • si'uini, mengukur dengan siku, hasil pengukurannya misalnya sasi'u (satu siku), dombua si'u (dua siku), tölu si'i (tiga siku), dst
  • nilitoini, mengukur dengan jengkal, misalnya salito (satu jengkal), dombua ngalito (dua jengkal), tölu lito (tiga jengkal), dst
  • nibekaini, mengukur dengan langkah, misalnya sambeka (satu langkah), dombua beka (dua langkah), tölu beka (tiga langkah), dst
  • nitaokaini, mengukur dengan lompatan, misalnya sataoka (satu lompatan), dombua taoka (dua lompatan), tölu taoka (tiga lompatan), dst

Ukuran Jauh / Jarak

Untuk mengukur jauh / jarak biasanya sesuai dengan penglihatan saja, misalnya sagörö benua (sebidang lahan/tanah/kebun), dua atau tölu benua, dst. Atau bisa juga diukur dengan nama ikhamö tebu-tebu (sejauh lemparan), ikhamö wogori manu (sejauh kais ayam), dll.

Satuan pengukuran jarak kadang disebutkan seperti sambadu fofanö (sebatas lelah), matonga luo fofanö (setengah hari perjalanan), ma'ökhö fofanö (satu hari perjalanan), dst.

Selain satuan diatas, untuk mengukur seberapa jauhnya sesuatu dalam bahasa Nias bisa dengan menggunakan satuan berikut:

  • sambadu zabölö
  • sambadu zitebai
  • alölö afo (lima menit)
  • sara ahakhö roko (sepuluh menit)
  • terongo li zi'ao (sejauh terdengarnya teriak)
  • terongo giwo'iwo manu (sejauh terdengarnya kukuk ayam)
  • sandrohu wikho-wikho (sejauh terdengar siulan)
  • terongo li garamba (sejauh terdengar bunyi gong)
  • fatema li doli-doli (sejauh terdengar bunyi kolintang)
  • sandrohu hörö (sejauh pandangan mata)
  • dll

Ukuran Luas

Satuan luas yang biasa kita dengar seperti , hektar, dll. Untuk menyatakan luas, orang Nias menggunakan sebutan seperti sambua kata tanömö (satu gantang bibit tanaman), sambua hinaoya tanömö, sadumba tanömö, sambua naha nomo (setapak rumah), sambua naha nose (bisa muat satu pondok), sambua owoto (satu bedengan/pematang), sambua sino-sino, dll.

Ukuran Ketinggian / Kedalaman

Ketinggian / kedalaman suatu tempat disebutkan dengan mengumpamakannya melalui kata-kata seperti berikut:

  • sandrohu ohi (setinggi pohon kelapa)
  • sandrohu koya-koya (setinggi galah)
  • sandrohu omo (setinggi rumah)
  • sandrohu niha (setinggi manusia)
  • falawa bagi (setinggi leher)
  • falawa alogo (setinggi dada)
  • falawa löwi-löwi (setinggi pinggang)
  • falawa talu waha (setinggi pertengahan paha)
  • falawa balöduhi (setinggi lutut)
  • falawa talumbisi (setinggi pertengahan betis)
  • falawa tetekahe (setinggi tumit)
  • sambosi (setengah langkah)
  • dll

Ukuran Waktu

Ukuran waktu dalam bahasa Nias bisa dinyatakan menggunakan kata-kata berikut:

  • atöwa luo (jam)
  • nöngöwa (menit)
  • ngaligö (detik)
  • ngaluo (hari)
  • migu (minggu)
  • wawa (bulan)
  • döfi / fakhe (tahun)
  • tölu wawa (tiga bulan)
  • öfa wawa (empat bulan)
  • önö wawa (enam bulan)
  • sagötö niha (satu generasi = kurang lebih 25 tahun)
  • alahoitö (10 tahun / 2 lustrum)
  • ngahönö (1 abad = 1000 tahun)
  • omahota (10 abad)
  • omadoutö
  • sambadu
  • atage zidadao
  • alölö afo
  • asoso wakhe
  • asoso gadulo
  • mo'otu nidanö
  • mamö'i hörö (sekejap mata)
  • dll

Karena dulu masih belum punya jam, orang Nias mengenal istilah-istilah waktu dalam menentukan jam, berikut ulasannya:

  • Jam 2 - 2.30 malam, diistilahkan miwo manu siföföna (ayam berkokok pertama kalinya)
  • Jam 4 pagi, diistilahkan miwo manu simendrua (ayam berkokok untuk kedua kalinya)
  • Jam 5 pagi, ada beberapa istilah yang digunakan seperti miwo manu si fadoro (ayam berkokok beruntun dan bersahutan), möi zamölö, afusi wali (pekarangan rumah mulai kelihatan)
  • Jam 6 pagi, muhede riwi-riwi (mulai terdengar suara "jangkrik")
  • jam 8 pagi, diistilahkan otufo namo (embun mengering)
  • Jam 11 siang, diistilahkan mangawuli zimilo (pulang kerja)
  • Jam 12 siang, diistilahkan laluo (tengah hari)
  • Jam 1 siang, ahole yöu luo (matahari miring kearah utara)
  • Jam 3 sore, aso’a yöu luo (matahari tepat diarah utara)
  • jam 5 sore, manaere luo
  • Jam 6 sore, diistilahkan aekhu luo atau bisa juga manuge manu
Demikian informasi dari orangtua zaman dulu, informasi ini sebagian masih dipakai sampai saat ini di pelosok kampung.
Pose di sebuah Lukisan dinding Hotel di Kota Medan 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hilisataro tempo doeloe

Hilisataro tempo doeloe