“Jangan lagi terlibat dalam politik uang! Politik uang merupakan pembodohan rakyat dan merusak substansi demokrasi kita,” demikian ditegaskan dalam pesan pastoral Pilpres 2014.
Politik Uang Adalah Dosa!
PGI menegaskan bahwa Pemilu tidak semata-mata soal hasil, namun hasil yang juga ditempuh melalui proses yang baik, bukan dengan cara-cara yang menjerumuskan pemilih pada cara-cara yang pragmatis dan transaksional.
Politik transaksional telah ditunjukkan dalam Pemilu Legislatif 9 April lalu, politik uang merajalela dimana-mana, yang tidak sedikit menyeret warga gereja dan gereja ikut terlibat di dalamnya. PGI mengingatkan perlunya memaknai kembali substansi partisipasi gereja dalam kerangka memperkuat integritas proses dan kualitas hasil Pemilihan Umum.
“Jangan lagi terlibat dalam politik uang! Politik uang merupakan pembodohan rakyat dan merusak substansi demokrasi kita,” demikian ditegaskan dalam pesan pastoral Pilpres 2014. Dengan mengingatkan satu ayat, “akar segala kejahatan ialah cinta uang” (1 Timotius 6:10), pesan pastoral kali ini menegaskan praktek-praktek politik uang adalah dosa.
Kriteria Pemimpin Baik
Pesan Pastoral PGI, juga memberikan rujukan ukuran pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menjalankan mandat ilahi. Karena itu, PGI meyakini proses memilih pemimpin bangsa tidaklah terlepas dari mandat dan campur tangan Allah. Jadi, ketika memilih seorang presiden, umat disadarkan sedang menjalankan mandat ilahi untuk melahirkan pemimpin yang baik dan bertanggung jawab.
PGI berpesan tentang pemimpin yang baik dan yang layak dipilih haruslah “orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap.”
Pedoman Memilih
PGI menyerukan beberapa hal berikut sebagai pedoman bagi warga gereja untuk memilih, pada Pilpres, 9 Juli 2014, antara lain:
1. Pelajarilah dan cermatilah visi dan misi pasangan calon sebelum Anda menentukan pilihan. Visi dan misi capreslah yang akan menjadi kerangka kerja pasangan calon jika terpilih. Berikan penilaian dan kritisi apakah visi dan misi itu dapat dilakukan atau hanya sekedar “mimpi” untuk mempengaruhi suara hati. Bandingkan juga visi dan misi tersebut dengan “ideologi” masing-masing partai pendukungnya, agar bisa mengukur derajat kesungguhan bangunan koalisi partai pengusung dan tidak terjebak memilih “kucing dalam karung”.
2. Pemimpin yang baik biasanya lahir melalui sebuah proses yang baik dan alamiah. Proses ini diyakini membentuk karakter dan akan mempengaruhi kinerja kepemimpinan. Proses yang baik akan menentukan orientasi kepemimpinan, apakah berorientasi “kekuasaan” atau “kepentingan rakyat.” Pelajari rekam jejak para calon, apakah mereka memang selama ini berjuang demi rakyat dan sungguh-sungguh menghargai harkat dan martabat manusia.
3. Pasangan calon dipilih dalam satu paket mesti saling melengkapi sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. Nilailah dan cermatilah, apakah pasangan itu memang betul-betul pasangan yang harmonis dan bisa saling melengkapi dalam tugas dan pekerjaannya atau tidak!
4. Pasangan calon diusung oleh gabungan partai politik dan jangan hanya dilihat sebagai sebuah syarat keikutsertaan dalam pilpres semata. Peran partai pendukung akan mempengaruhi proses kepemimpinan ke depan. Maka cermatilah “ideologi” partai-partai pengusung, rekam jejak mereka di masa lalu, kelompok organisasi sayap pendukung apa yang ada di dalamnya, siapa saja tokoh utama yang berpengaruh terhadap partai tersebut, apakah partai-partai itu bersih dan tidak terlibat korupsi. Perhatikan juga apakah bangunan koalisi partai itu bersifat transaksional atau memang sungguh-sungguh untuk kepentingan kesejahteraan rakyat.
5. Waspadai kampanye jahat (bad campaign) yang hanya bertujuan menjelek-jelekkan calon tertentu dan memuji calon yang lain. Jangan memilih berdasarkan Suku Agama dan Ras (SARA). Jangan terpengaruh dan terprovokasi serta ikut serta melakukannya. Model kampanye yang menyinggung isu SARA sudah pasti mencederai demokrasi dalam pemilu dan merusak bangunan kebangsaan kita. Pemilu harus menjadi ajang mencari pemimpin yang mampu menjaga tegaknya NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
6. Warga gereja dianjurkan terlibat aktif dalam pengawasan pemilu, untuk memastikan proses dan hasil pemilu baik dan berintegritas dengan cara melaporkan pelanggaran kepada pihak yang berwajib, termasuk para pelaku kampanye jahat. Proses pemilu ini dapat berlangsung secara damai, tertib dan aman.
7. Gereja sebagai institusi tidak dalam posisi mendukung atau menolak salah satu pasangan calon. Gereja tidak berpolitik praktis. Gereja adalah bagian dari politik moral, bukan politik dukung-mendukung. Gereja jangan menjadi arena kampanye pemenangan salah satu pasangan calon, agar tidak terjadi konflik di antara jemaat dan memicu hal-hal jahat lainnya. Gereja harus tetap suci, dan tidak boleh dikotori oleh kepentingan-kepentingan politik tertentu! (pgi.or.id)