Sumane Sebua:
1. Sumane Li (Fehede)
2. Sumane ba Wetataro (Posisi Duduk)
3. Sumane ba Gö (Urakha)
Lakhömi Sebua Fvahasara Dödö adalah salah satu ungkapan yang sangat jelas untuk menggambarkan nilai-nilai budaya Nias pada umumnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang Nias terikat dan hidup di dalam klan atau kelompok tertentu berdasarkan ikatan adat / Öri, Marga (Mado), Kampung (Banua), dan Pertalian persaudaraan karena hubungan darah (Faiwasa – Nafu). Semua itu disimbolkan dengan Omo Sebua (Rumat Adat).
Pertalian persaudaraan yang terbentuk dalam Omo Sebua ini dipelihara sedemikian rupa sehingga kendati sudah pindah tempat tinggal (misalnya salah satu anak laki-laki membangun rumah barunya) masih tetap bagian dari rumah besar; Hafabö’ö naha fvemörö (hanya beda tempat tidur). Sudahlah pasti, kaluarga kecil yang baru semakin bertambah, semakin beranak-cucu, namun tinggal dalam satu ikatan persaudaraan kokoh dan terpelihara.
Merangkul orang lain (ifaogö khönia niha/dalifusönia) bergabung dalam klan untuk memperbesar pengaruh dan kekuatan adalah hal yang pasti demi kelangsungan dan kemuliaan (lakhömi) keluarga besar tadi.
Lala Wasumaneta dalam konteks membangun dan memelihara kekompakan (fahasara dödö) dalam satu keluarga besar dibutuhkan keharmonisan dan penghargaan satu sama lain.
Ungkapan-ungkapan penghargaan ini menunjukkan betapa penting peran dan posisi seserorang. Harga diri seseorang tercermin dalam memperlakukan peran dan posisinya tadi. Hal ini sangat sensitif
di dalam masyarakat Nias pada umumnya. Seseorang sangatlah malu (fa'aila sebua) dan marah (fasoso, mofönu) bila tak mendapatkan penghargaan sesuai peran dan posisinya.
Sumane adalah penghargaan yang diberikan kepada seseorang. Lala Fasumaneta adalah cara menghargai dan memuliakan seseorang sebagai ungkapan kasih yang tulus (böwö si sökhi). Sejatinya, orang Nias itu sangat murah hati (moböwö). Kemurahan hati sudah menjadi kewajiban yang diwariskan oleh nenek moyang kita dan dikuatkan dalam Fondakö (keputusan adat yang disertai dengan ancaman hukuman).
Ada pun cara mengukapan penghargaan ini disampaikan dengan:
Memakai sarana (Nifogama-gama),
Tata-aturan (nifohada-hada),
Berseni (nifoadu-adu).
Ba safuria bauwu wondrakὅ, siakhi ba nuwu ndrela. Ya’ia wo-bὅwὅ masimasi, bὅwὅ so’idanὅ
ndrekha, Bὅwὅ si lὅ ogo’ὅ ba lὅkhὅ, lὅ falawu na motawa.
Sokafu moroi ba nidanὅ, Sanὅri hulὅ na’ua.
Nifauwu ndraono masimasi, bὅwὅ mauwu zatua.
Ni’eri zi lὅ tὅdὅtὅdὅ,
Nitolo zi lὅ ba danga.
Sau’a ni’o’ohe bὅ’ὅtὅ,
Sakhὅmὅ nifo’ambala.
Oi nihonogὅi bauwu Wondrakὅ,
oi nirakὅ bauwu ndrela.
Me oroisa Zihai Uwu Nangi,
Me oroisa Zihai Uwu Mbara,
Ni’oroi’ὅ mitou ba nga’ὅtὅ,
Nifa’ema mitou ba woraha.
Tobali mὅli-mὅli nitὅngὅni
tobali khoi-khoi olembata,
Fondrakὅ si lὅ ogo’ὅ ba lὅkhὅ,
lὅna manulu ba deu,
lὅna ahani ba molὅ gewa
Ba so goi mbὅwὅ masimasi, sanandrὅsa gὅi ba fabanuasa. Na so ba gaolo ŵalo zi heremὅ, ma lakha mbanua si ha samὅsa.
Me lὅ sendroro lὅ ono alawe, ba lὅ gὅi khὅnia ono simatua. Ba mὅi rorogὅfὅ mbarahao, mὅi rorogὅfὅ fabanuasa.
Labe khὅnia nahia zinanὅ gowi, wanuturu benua mὅi tanoŵaŵa. Wolau khὅnia zandroro lὅgulὅgu, wame khὅnia zandroro halama.
Nahiania wombase fa’azore, nahia ba wamase'o fa’ahuwa. Ba mufobὅrὅ ia bὅrὅ wanali, mube khὅnia mbὅrὅ wosinandra (Syair Hoho Nono Niha).
Tὅlu(3) Lala Fasumaneta ba Nononiha:
1. Sumane Li (Fehede) :Tutur kata
Hadia zami ba manu ha iwo-iwo;
Dalam masyarakat Nias, Tutur Kata yang halus dan berseni menjadi ciri khas orang yang memiliki kemurahan hati. Tutur kata yang baik ini harus menjadi yang pertama dalam sapaan kepada orang lain.
Hal ini bisa kita lihat dalam upacara adat, dimana selalu diawali dengan Fangowai
(Menyapa dan menyambut para tamu terhormat dan disebut nama atau posisinya di hadapan khalayak) yang diikuti dengan Pemberian Sirih.
Akan tetapi yang jauh lebih dalam makna dari Sumane ba Li adalah
a) Lafahede nda’o/Fehede Sisambua : dalam segala peristiwa saya “disapa” untuk membertitahu hal tersebut sebagai tanda bahwa saya bagian dari peristiwa itu;
b) La fondondono ligu : saya diberi kesempatan menyampaikan pendapat saya. Bila saya tak didengar berarti saya tidak dilibatkan sebagai bagian dari peristiwa itu.
2. Sumane Ba Wetataro (Posisi duduk)
Pertumbuhan seseorang dimulai dari anak sampai dewasa harus dibarengi dengan cara memperlakukan orang tersebut. Maka dalam Masyaratat Nias mengenal tingkat posisi dalam strata adat (bosi), mulai dari satu sampai dengan dua belas (bosi si-1 irugi bosi-12).
Dalam Upacara Adat sangatlah mudah mengenalnya. Tokoh dan orang penting yang layak dihargai diberi tempat duduk dan meja masing-masing sesuai dengan peran dan posisinya, misalnya Uwu, Na’ötö Nuwu, Si'Ulu, Si'Ila, Ere (Tokoh Agama), Pemerintahan, Niha Sato.
Catatan : Adalah sebuah penghinaan dan tak pantas bila seseorang tidak mendapatkan
tempat sesuai dengan peran dan posisinya.
3. Sumane ba Gö ( Urakha - Makanan)
Simbol utama penghargaan dalam bentuk sajian makanan adalah Högö (Nias Raya, To'ene) atau Simbi (Nias Yöu( (Kepala/Rahang Babi). menyimbolkan ‘bawa” (mulut) yang didalamnya terdapat ‘Lela” (lidah) sebagai pengambil keputusan.
Yang menerima Högö (Nias Raya, To'ene) atau Simbi (Nias Yöu) adalah Tamu yang paling dihormati dan Sahatö atau Sitenabö’ö. (sekarang ditambahkan tokoh2 lain).
Untuk menghargai yang lain maka ada jatahnya pula sesuai dengan posisinya. Adapun jatah yang lain kita kenal berupa : ö Zi'ulu ba ö Zi'ila / ö mbanua, Fanigero.
Hal utama dalam hal sumane ba gö ini adalah setiap orang mendapatkan urakha yang pas dan sesuai dengan posisinya sebagai tanda bahwa yang bersangkutan adalah bagian penting dari satu “keluarga besar” tadi.
Catatan : böi elunu ba böi fesala ba fama'anö sumane gö; kalau salah posisi bisa menjadi penghinaan. Yaahowu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar