Senin, 17 Juni 2013

SEJARAH PEKABARAN INJIL DI NIAS TANONIHA

Pekabaran Injil di Nias dimulai dengan satu nama yang seolah-olah terukir indah dengan tinta mas dalam lembaran sejarah gereja di Pulau Nias. Nama itu ialah ERNST LUDWIG DENNINGER, salah seorang lulusan  Bassel Missions Seminarie tapi sebelumnya ia hanya bekerja sebagai tukang cerobong asap. Ia diutus oleh RMG (Rheinische Missions Gesselschaft) dan tiba di Pelabuhan Gunungsitoli Nias pada hari Rabu, tanggal 27 September 1865, jam 9 pagi. Hingga sekarang tanggal kedatangannya inilah yang dianggap sebagai permulaan datangnya Berita Injil di Nias.

Memang ada informasi lain, bahwa Pekabaran Injil di Nias telah dimulai pada tahun 1822/1823 oleh dua orang pastor dari Gereja Roma Katolik,  yang diutus oleh Mission Estrangers de Paris yaitu Pastor Pere Wallon dan Pastor Pele Barart, tetapi ternyata pekerjaan mereka tidak berhasil. Setelah mereka tiga hari tinggal di Lasara Gunungsitoli, seorang diantaranya meninggal dunia, demikian pula yang lainnya juga meninggal dunia tiga bulan kemudian. Sebab itu Pendeta – Evangelis ERNST LUDWIG DENNINGER-lah yang diakui dan diterima sebagai Rasul Pertama di tengah-tengah Suku Nias.

Hasil pelayanan ERNST LUDWIG DENNINGER mengabarkan Injil di Nias  sudah dapat dilihat dan dirasakan sekarang ini. Dengan tekun Ia telah melakukan tugas pengutusannya, sampai ia meninggal dunia pada tahun 1876 karena suatu penyakit dan dimakamkan di Batavia (Kota Jakarta masa kini).

Masa Permulaan Yang Sulit (1865 – 1890)
Kira-kira 50 tahun setelah Tuhan Yesus  naik ke sorga dan memerintahkan Amanat Agung Pekabaran Injil, Paulus dan para rasul sudah memberitakan Injil meliputi Asia Kecil, bahkan sampai di Eropa. Setelah lama kemudian, kira-kira pada tahun 1700 keadaan terbalik, di mana orang-orang Eropah mulai berusaha mengirim para misionaris ke Asia. Perubahan besar ini terjadi sebagai dampak munculnya  aliran Pencerahan dan Revival / Pietisme di Eropa pada abad ke 18.

Demikianlah halnya RMG di Barmen, Jerman, yang didirikan pada tahun 1828, salah satu  lembaga Pekabaran Injil yang berasal dari  Gereja Uniert, yaitu gabungan Gereja Lutheran, dan Gereja Reformiert (pada tahun 1817), mulai mengutus beberapa orang missionaris ke Pulau Borneo (Kalimantan) bagian selatan yang tiba pada tahun 1836. Namun selama ± 20 tahun mereka mengalami kesulitan-kesulitan yang luar biasa. Yang berhasil dibabtis baru 261 orang. Apalagi dengan terjadinya pemberontakkan Suku Dayak yang dipimpin oleh Pangeran Al Hidayat pada tahun 1859, yang berusaha mengusir dan membebaskan Borneo Selatan dari pengaruh Bangsa Kulit Putih, sehingga tercatat 9 orang keluarga missionaris menjadi korban pembunuhan (4 orang missionaris beserta 3 orang wanita dan 2 orang anak).

Para missionaris lainnya melarikan diri ke Batavia (Pulau Jawa), akibat pemberontakkan itu, dan salah seorang diantaranya adalah ERNST LUDWIG DENNINGER. Pengurus RMG di Barmen menyuruhnya pergi ke Tanah Batak, tetapi karena istrinya  sakit maka ia terpaksa tinggal di Padang, Sumatera Barat. Bahkan anaknya  perempuan disuruh datang dari Jerman ke Padang untuk merawat ibunya.

Di Padang ERNST LUDWIG DENNINGER bertemu dengan orang-orang suku Nias (sekitr 3000 orang), kebanyakan bekerja sebagai buruh, yang  berbeda bahasa, budaya dan adat istiadatnya. Ia tertarik lalu mulai belajar bahasa dan cara hidup mereka. Ia senang bergaul serta menjalin  hubungan dengan para buruh – pekerja dari Nias tersebut. Dulu sebelum Ia diutus ke Borneo, Ia pun bekerja sebagai tukang sapu cerobong asam rumah-rumah di Berlin.

Mula-mula ERNST LUDWIG DENNINGER bermaksud membentuk satu jemaat bagi orang-orang Nias di Padang, namun ia menyadari bahwa mereka hanya perantau yang sering berpindah-pindah, sehingga akhirnya Ia memutuskan untuk datang langsung ke Pulau Nias. Dengan mudah ia mendapat persetujuan dari RMG dan Pemerintah Hindia Belanda, sebab sebelumnya sudah ada permintaan pemerintah kepada RMG agar diutus Pendeta Penginjil ke Pulau Nias. Alasannya, karena orang-orang di Nias terkenal jahat, suka memberontak dan mengayau kepala orang.
Lalu tibalah waktunya Denninger sekeluarga meninggalkan  Padang menuju Pulau Nias. Keluarga missionaris tersebut mendarat di Pelabuhan Gunungsitoli pada jam 9 pagi hari Rabu, 27 September 1865. Dari pelabuhan mereka diantar langsung ke rumah Salawa Yawaduha di Hilina’a. Dan pada hari itu juga Denninger mulai mengabarkan Injil kepada penduduk yang datang berkumpul melawat mereka. Kemudian mereka menyewa salah satu rumah di Gunungsitoli untuk tempat tinggal mereka.

Bersumber dari penuturan beberapa orang tua yang sekarang semuanya sudah meninggal dunia, untuk menarik perhatian orang banyak supaya mau belajar Firman Tuhan dan nyanyian-nyanyian gereja, Denninger lebih dahulu membagikan tembakau untuk rokok dan ramuan sirih. Dalam masa permulaan yang sulit itu, Denninger berusaha mengajar beberapa pemuda agar dapat membaca dan menulis. Permulaan sekolah ini hanya diselenggarakan di rumah penduduk, dan ternyata berhasil, sehingga pemuda-pemuda inilah yang mampu menjadi pembantu-pembantu Denninger untuk mengajar anak-anak di sekitar Gunungsitoli pada tahun  1866.

Selain itu Denninger juga telah berhasil menterjemahkan Injil Yohanes dan Injil Lukas  ke dalam bahasa Nias. Karyanya ini sangat berarti, baik bagi orang-orang Nias yang dapat membaca maupun bagi para missionris yang datang kemudian.

Pada tahun 1872, tujuh tahun setelah kedatangan Denninger di Pulau Nias, datang pula missionaris kedua dari RMG yaitu Pendeta J.W. Thomas. Ia belajar bahasa Nias dari Denninger, kemudian melayani di Pos Pekabaran Injil  yang baru di Ombõlata.

Sesudah itu  pada tahun 1873 datang lagi missionaris kegita bernama Kramer. Ia ditempatkan di Gunungsitoli bersama dengan istrinya yang terkenal sangat rajin berkunjung kepada keluarga-keluarga di Kampung Hilina’a, sehingga  pada hari paskah tahun 1874 berhasil dilaksanakan Baptisan pertama kepada 25 orang penduduk Kampung Hilina’a, termasuk Yawaduha, Salawa/kepala kampung Hilina’a.

Hasil pekabaran Injil berikutnya yakti pembaptisan 6 orang penduduk Ombõlata, tempat Pdt. J.W. Thomas melayani, dan pada tahun 1876 menyusul lagi pembaptisan 32 orang penduduk Faechu (±2 km dari Ombõlata). Pada tahun 1876 itu pula berdirilah Gedung Gereja yang pertama di Nias, yaitu di Ombõlata, dan pada tahun 1880 disusul lagi berdirinya gedung Gereja yang kedua, yaitu di Faechu.

Satu tahun sebelum meninggal dunia, yaitu pada tahun 1875, Denninger pergi berobat ke Batavia. Dan Pada tahun 1876 tiba di Nias missionaris keempat bernama Dr. W.H. Sundermann. Setelah dua tahun bersama Kramer di Gunungsitoli, Doktor Theologia ini merasa matang berbahasa Nias, lalu membuka Pos Pekabaran Injil  di Dahana, namun di sana ia berhadapan dengan penyembahan berhala yang begitu kuat. Sebab itu Ia beralih ke bidang pendidikan dan menghimpun dan mengajar para pemuda setempat. Usahanya inilah yang merupakan cikap bakal berdirinya Sekolah Guru di Nias.

Pada tahun 1881 datang lagi misionaris kelima bernama J.A. Fehr. Dia ini yang mengantikan J.W. Thomas di Ombõlata pada tahun 1883, sebab J.W. Thomas pergi berusaha membuka pos Pekabaran Injil di Sa’ua, meskipun usahanya  itu ternyata gagal.

Dalam 25 tahun masa permulaan ini, 5 orang pendeta penginjil dari RMG Jerman telah bekerja di Nias. Namun usaha Pekabaran Injil banyak kesulitan, seperti pengaruh agama suku yang sangat kuat, gangguan keamanan, pengayauan, wabah penyakit, keadaan geografi dan lain-lain. Daerah yang dicapai hanya di sekitar Gunungsitoli saja, dengan 3 Pos Pekabaran Injil yaitu Gunungsitoli, Ombõlata, dan Dahana. Usaha Denninger (yang dibantu oleh Kodding dan Mohri) di Onolimbu (Muara sungai Idanõ Mola) pada tahun 1867, Sunderman di Tugala Lahõmi-Sirombu tahun 1875/1876, J.W. Thomas di Sa’ua tahun 1885, tetapi semua itu baru bersifat penjajakan.

Walaupun banyak kesulitan yang dialami serta jangkauan Pekabaran Injil yang dapat dicapai tidak begitu luas, namun dalam periode ini telah berhasil dibaptis sebanyak 699 orang (148 orang di Gunungsitoli, 348 orang di Ombõlata dan 203 orang di Dahana). Juga diantara mereka telah dipilih beberapa orang menjadi penatua.
Masa  Perluasan / Penyebaran (1890-1914)

Usaha Pekabaran Injil pada periode ini ternyata mengalami kemajuan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada periode ini berhasil masuk di Nias bagian Tengah sampai  ke Nias bagian Barat, Pantai sebelah Timur sampai di Nias bagian Selatan, Nias bagian Utara dan di Pulau-pulau Batu.

Masuknya Injil di Nias bagian Tengah dan Nias Bagian Barat
Dr. W.H. Sundermann telah berusaha menyebarkan Injil di Dahana, tetapi masih belum menarik perhatian penduduk di sana. Maka pada tahun 1896 ia pindah ke Lõlõwua dan membuka pos pekabaran injil di situ. Di Lõlõwua ini Sundermann berhasil  menterjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Nias, ditambah dengan Katekhismus Luther yang disebut “Lala Wangorifi”.

Sementara itu E. Fries yang baru tiba di Nias membuka pos pekabaran injil di Sifaoro’asi  pada tahun 1905. Di sana ia mengalami kesulitan karena adanya perselisihan dan perkelahian antara kelompok-kelompok penduduk, pengayauan, kemiskinan penduduk, wabah penyakit yang telah merenggut banyak jiwa termasuk dua orang anaknya sendiri. Namun 4 tahun setelah kedatangannya di sana, tepatnya tanggal 26 Desember 1909 di Sifaoro’asi dapat dilaksanakan pembaptisan yang pertama sekaligus dengan peresmian Gedung Gereja yang pertama di situ.

Di Nias bagian Barat H. Lagemann bersama A. Lett telah berhasil tiba di Sirombu pada tahun 1892, dan membuka Pos Pekabaran Injil di situ di bawah asuhan A. Lett. Satu tahun kemudian (tahun 1893) H. Lagemann juga berhasil membuka Pos Pekabaran Injil  di Lahagu. Menyusul lagi pada tahun 1899 Pendeta Sporket membuka Pos Pekabaran Injil  di Lõlõmboli Moro’õ. Demikian pula bersamaan dengan itu Pendeta w. Hoffman membuka pos pekabaran injil di Hinako.

Berikutnya pada tahun 1903 Pendeta L. Hipponstiel menetap di Lõlõwa’u. Dua tahun kemudian (1905) Pendeta A. Pilgenroder membuka Pos Pekabaran Injil di Tugala Oyo, dan pada tahun 1806 Pendeta Bassfeld membuka pos pekabaran injil di Lõlõmoyo, Mandrehe. Akhirnya Pendeta Bassfeld ini dipindahkan di Lawelu pada tahun 1919. Kemudian pekerjaannya di sana diteruskan oleh Pendeta Uffer, Kreck dan Alfred Schneider.

Masuknya injil di Pantai bagian Timur sampai di Nias bagian Selatan
Usaha  pekabaran injil di Nias bagian Selatan baru dapat dibuka kembali pada tahun 1908, yaitu setelah pemerintah Hindia Belanda berhasil menduduki õri Maenamõlõ. Sehingga Pendeta H. Rabeneck berhasil membuka pos pekabaran Injil di Ori To'ene Asi desa Hilisatarõ  pada tahun 1909 dengan dibantu oleh dua orang tenaga guru yaitu Faedogõ di Hiligeo dan Fangaro Zebua di Hilisatarõ. 
Baptisan pertama di sana baru terjadi pada tahun 1912 (bukan 1916). Berita Injil baru masuk di Hilisimaetanõ pada tahun 1911, yaitu dengan datangnya Pendeta B. Borutta di sana. Masuknya Injil di Nias bagian Selatan menghadapi cukup banyak tantangan dan kesukaran.
Di Nias Selatan  diketahui bahwa Desa Hilisatarõ yang dikenal suatu desa yang mula pertama sebagai Pendiri Gereja Kristen, lihat buku Waõ-Waõ Duria Somuso Dõdõ BNKP ba Danõ Niha, halaman 17, bagian V fs.2.
Yang pertama-tama dibaptis oleh Tuan Rabenneck pada tahun 1912 (bukan 1916) ada 8 keluarga (bukan 87 orang).
Pelopor Pendidikan dan Pendiri Gereja di Desa Hilisatarõ, Gereja Pertama di Nias Selatan yang diasuh oleh Tuan H.Rabenneck adalah:
1. Amada Soluzu
2. Amada Fasulõ
3. Amada Goba'itaõgõ
4. Amada Pdt.Wkl.Hata Laia
Menyusul kemudian 
5. Amada Wano'e
6. Amada Mehõnõ
7. Amada Sai'õtõ.


Pada tahun 1903 Pendeta Noll membuka Pos Pekabaran Injil di Bo’usõ. Orang-orang yang datang dan pergi melalui Bo’usõ ini mempercepat tersiarnya berita Injil di kalangan penduduk di Nias Bagian Utara, sehingga pada tahun 1910 Tuhenõri Ama De’ali yang bergelar Samasiniha dari Hilindruria bersama 3 orang Salawa datang meminta kepada Poendeta Noll agar membuka pos Pekabaran Injil di Hilimaziaya. Pada tahun 1911 Pendeta Schlipkoter membuka Pos Pekabaran Injil di hilimaziaya. Kemudian berita Injil tersiar mulai dari Hilimaziaya dan dari Tugala Oyo sampai di Afulu dan Lahewa. Akhirnya pada tahun 1922 Pendeta Skubina membuka pos pekabaran injil di Lahewa.

Masuknya Injil di Pulau-Pulau Batu
Masuknya injil di Pulau-pulau Batu bukan atas usaha RMG tetapi atas usaha Luthersche Zendings Genotschap dari Negeri Belanda. Setelah mendapat izin dari Pemerintah Hindia Belanda di Padang, Pendeta Johannes Kersten yang sebelumnya telah belajar bergaul dengan orang-orang Nias di Padang akhirnya berlayar menuju Pulau Tello dan tiba pada tanggal 25 Februari 1889. Seperti halnya di daratan Pulau Nias, Pendeta Johannes Kersten di sana juga menghadapi wabah penyakit dan  permusuhan antar kelompok penduduk. Pada akhir tahun itu datang pula Pendeta C.W. Frickenshmit, dan tidak lama kemudian menyusul P. Landwer yang berhasil membuka pos pekabaran injil di Sigala pada tahun 1896.

Mula-mula mereka berusaha membuka sekolah-sekolah di pulau-pulau yang berdekatan, jadi dari situ diteruskan usaha pekabaran injil. Dengan cara ini pada tahun 1912 dapat dibuka Poos pekabaran injil di Pulau Mari, pada tahun 1913 di Pulau Betu’a, tahun 1914 di Pulau Sifika dan tahun 1916 di Pulau Lora.

Gereja yang pertama didirikan di Pulau-pulau Batu disebut BKP (Banua Keriso Protestan) dan akhirnya menggabungkan diri dengan BNKP Pada Persidangan Majelis Sinode BNKP pada tahun 1960 di Ombõlata.

Berdirinya Gereja BNKP
Setelah Injil masuk ke Nias, terjadilah suatu gerakan pertobatan massal yang disebut “Fangesa Dõdõ Sebua”. Peristiwa ini terjadi selama 14 tahun (tahun 1916 – 1930), walaupun kadang-kadang terputus. Terjadinya mula-mula di Jemaat Helefanicha, Humene, ketika Pendeta Otto Rudersdorf berkhotbah dalam Kebaktian Perjamuan Kudus pada bulan April 1916. Salah seorang jemaat yang mengikuti kebaktian  bernama Filema mengakui semua dosa dan kesalahannya sehingga sangat susah, gelisah, gemetar dan menangis.

Setelah Pendeta mendoakan serta memberi petunjuk agar ia mohon pengampunan dari Tuhan dan meminta pengampuan dari setiap orang dengan siapa Ia bersalah, ia melakukan semuanya itu, akhirnya ia merasa damai dan bahagia. Tetapi anehnya orang-orang kepada siapa ia meminta pengampunan itu juga semua mengalami pula gejala yang sama, sehingga pertobatan itu berkembang kepada seluruh jemaat, bahkan sampai ke Gunungsitoli, Sogae’adu, Lõlõwua, Nias Tengah dan Nias Barat.

Meluasnya gejala ini dapat melalui kunjungan kepada kaum keluarga, mengikuti persekutuan doa, kebaktian pemahaman alkitab, dan sebagainya. Pertobatan massa ini ternyata sangat mempengaruhi perkembangan anggota jemaat sampai ± 415%. Dari 699 orang sampai tahun 1890 naik menjadi 17.795 orang tahun 1915, emudian menjadi 83.905 orang.

Disamping pertobatan massal, juga dengan adanya pembinaan pelayan-pelayan gereja yang melayani pekabaran Injil. Pendidikan tenaga pendeta yang telah dimulai sejak tahun 1905 telah berkembang dan memungkinkan berdirinya gereja. Sampai tahun 1940 telah ditahbiskan 25 orang pendeta dari Suku Nias.

Pada tanggal 18 sampai dengan 25 November 1936 di Gunungsitoli diadakan Persidangan Majelis Sinode pertama, sehingga berdirilah BNKP sebagai gereja di Nias, walaupun anggaran dasarnya baru disahkan pemerintah pada tahun 1938. Sinode BNKP itu dipimpin oleh Ephorus A. Luck dari RMG sampai tahun 1940.

Tetapi pada bulan Mei 1940 terbentuklah anggota Pimpinan  Sinode BNKPO sebagai berikut :
Voorzitter (Ketua)     : Atofõna Harefa
Wakil Voorzitter        : Fonehe Mendrõfa
Sekretaris                  : Andreas Larosa
Bendahara                : Tandrombõrõ Hulu
Komisaris I                : Karõrõwa Telaumbanua
Komisaris II               : Ta’obini Zebua

Atas prakarsa Komisi Pekabaran Injil (yang sekarang bernama KMO), BNKP juga pernah mengutus tenaga pendetanya ke Tanah Karo yaitu Pendeta Fons. Gulõ yang melayani di Kabanjahe dan Munthe dari tahun 1967 sampai dengan 1970. Namun pengutusan ini terpaksa berhenti karena kesulitan dana.  Baru pada bulan September 1996, melalui kerjasama dengan OMF, BNKP telah mengutus pendekta Masrial Zebua, STh untuk mengabarkan Injil di tengah-tengah Suku Manobo, pulau Mindanao Filipina Selatan. Dan seterusnya atas kerjasama dengan WEC juga telah diutus Pendeta Destalenta Zega, STh yang didampingi suaminya Max Ay, untuk melayani di Kirgistan, Rusia. Selain kedua wanita yang diutus BNKP ke luar negeri tersebut, juga tercatat satu orang yang bertugas melayani di Tasikmalaya dan sekitarnya, yaitu Pendeta Charisda Hulu.

Hingga Maret 2008, dari sebanyak 275 orang Pendeta BNKP yang aktif melayani, terdapat 110 orang diantaranya adalah Wanita.

Sebagai dampak datangnya Injil dan usaha pekabaran injil di Nias, maka berdirilah Gereja BNKP yang melembaga sebagai satu sinode  pada tanggal 18 November 1936. BNKP adalah satu gereja beraliran reformasi di Indonesia, yang telah menjelma di Pulau Nias sejak kedatangan Missionaris pertama Ernst Ludwig Denninger di Pulau Nias pada hari Rabu, tanggal  27 September 1865. Dalam perkembangannya tercatat bahwa BNKP berasal dari hasil pemberitaan Injil  para utusan Rheinische Missions Gessellschaft (RMG) dan pasra utusan Netherlands Luthers Genootschap Voor en ellitendige Zending dan selanjutnya diteruskan oleh para pemberita Injil Ono Niha.

BNKP mempunyai dasar Alkitab dan Tata Gereja BNKP, dan tujuan BNKP adalah menyaksikan Injil Yesus Kristus kepada semua makhluk bagi kemuliaan Allah dan keselamatan manusia. Pada hakekatnya BNKP adalah persekutuan orang-orang kudus yang telah dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus sebagai perwujudnyataan dari Tubuh Kristus. Tuhan Yesus memerintah dan mengembalakan BNKP melalui Firman dan Sakramen dengan kuat Kuasa Roh Kudus.

Penataan BNKP secara organisatoris, sebagai satu lembaga gereja memberlakukan sistem Presbiterial Sinodal, maksudnya jemaat-jemaatnya sebagai basis operasional dinamika pelayanannya, sehingga terhindri dari dominasi sinodal yang kaku, statis dan otoriter. Sedangkan pada sisi lain menggaris bawahi peranan hubungan sinodal sehingga terhindar dari bahaya memutlakkan jemaat setempat (Kongregasionalisme). Itulah BNKPO sebagai gereja Reformasi.

Sampai  akhir tahun  2007, jumlah anggota BNKP tercatat 355.136 orang,  yang terbagi dalam 7 resort, 114 distrik, dan 993 Jemaat. Keseluruhan Jemaat ini dilayani oleh 8.500 orang penatua, 795 orang Guru Jemaat, dan 275 orang Pendeta (165 Laki-laki dan 110 perempuan, ditambah dengan 18 orang vikar/calon pendeta. Selain unsur pelayanan khusus tersebut, BNKP mempunyai beberapa unit pelayanan, yakni 10 Komisi, 5 Lembaga dan 3 Yayasan/Proyek.

Dalam hubungan kerjasama oikumenis, BNKP telah menjadi anggota PGI (1952), CCA (1964), WCC (1972), VEM (1993) dan LWF (2001).

Demikianlah Sejarah Pekabaran Injil di Nias. Tuhan Memberkati. Amin.

Oleh : Pdt. (Em). B. Gulō, STh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hilisataro tempo doeloe

Hilisataro tempo doeloe