Senin, 16 September 2019

Li Niha Bahasa Nias Tanoniha


Li Niha Bahasa Nias Tanoniha
Bahasa Nias, atau Li Niha dalam Bahasa aslinya, adalah bahasa yang dipergunakan oleh penduduk di Pulau Nias. Bahasa ini merupakan salah satu bahasa di dunia yang masih belum
diketahui persis dari mana asalnya.

Bahasa Nias merupakan salah satu Bahasa dunia yang masih bertahan hingga sekarang
dengan jumlah pemakai aktif sekitar setengah juta orang. Bahasa ini dapat dikategorikan
sebagai bahasa yang unik karena merupakan salah satu bahasa di dunia yang setiap akhiran
katanya berakhiran huruf vokal.Bahasa Nias mengenal enam huruf vokal, yaitu a,e,i,u,o
dan ditambah dengan ö (dibaca dengan "e" seperti dalam penyebutan "enam" ).


Abjad
Abjad dalam bahasa Nias berbeda dengan abjad dalam bahasa Indonesia, di mana ada
yang dikurangi (tidak dipakai) dari abjad Bahasa Indonesia dan ada yang ditambahkan abjad
unik (karakter khusus) dalam bahasa Nias yang pengucapannya tidak terdapat di dalam abjad
bahasa Indonesia. Abjad Bahasa Nias huruf besar dan huruf kecil sebagai berikut :

Aa, Bb, Dd, Ee, Ff, Gg, Hh, Ii, Kk, Ll, Mm, Nn, Oo, Őő, Pp, Rr, Ss, Tt, Uu, Ww, Ŵŵ, Yy, Zz,

Huruf vokal (a, e, i, o, ő, u)

Huruf Konsonan (b, d, f, g, h, k, l, m, n, p, r, s, t, w, ŵ, y, z)

Huruf yang tidak ada dalam abjad Bahasa Indonesia ( ő, ŵ)

Huruf yang tidak dipakai dari bahasa Indonesia (c, j, q, v, x,)
dari sinilah kita sedikit mengetahui kenapa tidak ada huruf konsonan dalam kosa kata bahasa Nias

Penulisan
Untuk menulis sebuah kalimat dalam Bahasa Nias, harus memperhatikan beberapa aturan :
Dalam penulisan kata yang terdapat huruf double harus menggunakan tanda pemisah (')
contoh kata : Ga'a
Semua kata dalam bahasa nias asli selalu ditutup oleh huruf vokal.

Kosa Kata
Beberapa kosa kata bahasa Nias dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Ya'ahowu = Selamat (salam)
Ya'ahowu zibongi = Selamat malam
Ya'ahowu zilaluo = Selamat Siang
Ya'ahowu zihulṏwongi = Selamat pagi
Saohagṏlṏ = Terimakasih
Ya'o = Aku, Saya
Ahono = Tenang, Diam
Ya`ugö = Anda, Kamu
manu = ayam
silatao = ayam jantan
sihene = ayam betina (masih blm bertelur/beranak)
fa'elo = induk ayam
sigelo=induk binatang.kaki empat.
Löna = Belum
Ebua = Besar
ide-ide =kecil
Fofo = Burung
Li Niha = Bahasa Nias
Lala = Cara, Jalan
Tanö Niha = Pulau Nias
Idanö = Air
Tundraha = Sampan/Perahu
Hadia Duria? = Apa Kabar?
Hauga Bözi? = Jam Berapa?
Koda= foto
gambara = Gambar
Bongi = Malam
TanÕ Owi = Sore
Ama = Bapak
Ina = Ibu
Omo = Rumah
Asu = Anjing
baru = baju
manga = makan
Sarawa = Celana
Omasi'ö = disayangi
omasido = aku suka
Laluo = Siang
Ono = Anak
Ono Alawe = Anak Perempuan
Ono matua = Anak Laki-laki
Hezo möi'ö? = Mau kemana?
Manörö-nörö = Jalan-jalan
sanagö = pencuri
hele = kali, sungai kecil
bawa = bulan
baẃa = wajah, muka
Siwa ẃawa = Sembilan bulan
beleẃa = parang
toho =tombak
mako = cangkir
mba'a = bak
garawa = baskom
alitö = api
idanö = air
Akho = Arang
Fandu = Lampu
Langu = Racun
Tuo Nifarö = Tuak Suling
Fili = Pilih
Tako = Peluk
uma = Cium
Ma'igi = Tertawa
Me'e = Menangis
mabu = Mabuk
Baso = baca
sura = tulis/surat
mesokho = luka
Baẃa ndruhö = pintu
Sandrela = Jendela
Farate = ranjang tempat tidur
Högö = Kepala
Talinga = Telinga
Hörö = Mata
Ikhu = Hidung
Bo'ö = Pipi
Beẃe = Bibir
Baẃa = Mulut
Bagi = Leher
Tötö`a = Dada
Talu = Perut
Fusö = Pusar
Betu'a = Usus
Betu'a ebua = Usus besar
Bo = Paru-paru
Tödö = Jantung
Aẃökhu = Empedu
Oẃökhi = Perih
Aukhu = Panas
Okafu = Dingin
Faha = Paha
Bisi = Betis
Mbu/bu = Rambut
Lela = Lidah
Ifö = Gigi
Boha = Gigi geraham
Alisi = Bahu
Hulu = Punggung
Tola = Boleh, sanggup, bisa.
Töla = Tulang
Töla hulu = Tulang punggung
Töla nosu = Tulang rusuk
Löẃi-löẃi = Pinggang
Lalu'a = Telapak
Ono hörö = Bola mata
Ono horö = Anak di luar nikah
Sara = Satu
Dua = Dua
Tölu = Tiga
öfa = Empat
Lima = Lima
önö = Enam
Fitu = Tujuh
Walu = Delapan
Siwa = Sembilan
Fulu = Sepuluh
Yawa = atas
Tou =bawah
Zinga = samping

Penyalahgunaan Bahasa Li Niha
Bahasa adalah konvensi. Itulah pernyataan yang sering kita dengar yang berkaitan dengan pemunculan istilah atau kebiasaan berbahasa dalam bahasa apa pun. Maka, suatu istilah baru
dapat saja muncul, sejauh disepakati, diterima oleh penutur bahasa itu, meskipun itu
terkadang bertentangan dengan kaidah-kaidah umum bahasa yang bersangkutan. Konvensi
adalah salah satu cara melalui mana suatu bahasa berkembang. Konvensi biasanya
dimunculkan oleh 'komunitas' yang mempunyai pengaruh tertentu karena
keahliannya, dominasi ekonomi atau sosialnya,atau karena kegiatan khusus tertentu yang
digumuli, dan sebagainya.
Dalam bahasa apapun, konvensi semacam itu lumrah saja muncul, termasuk juga dalam Li
Niha. Akan tetapi berkaitan dengan yang terakhir ini ('konvensi' dalam Li Niha), agaknya
kita perlu melihat apa yang terjadi sekitar 20 - 30 tahun silam, yang sebenarnya masih juga
terjadi hingga saat ini.
Ketika penulis menempuh pendidikan di Gunung Sitoli antara tahun 1972 - 1974, ada
suatu kejadian 'kecil' yang selalu 'mengganjal' hati penulis, tetapi waktu itu menyikapinya
secara pragmatis: mendiamkannya saja. Kisah ini berkaitan dengan bagaimana cara teman-
teman yang bukan orang Nias belajar Li Niha.
Cara paling umum ialah mereka menanyakan arti kata-kata Li Niha satu per satu dan
menghafalnya. Lalu berbekalkan kata-kata lepas itu, mereka mulai 'memperlihatkan'
kemampuannya berbahasa Nias.
Jadi, dengan mengetahui bahwa: saya = ya'odo, pergi = möi, ba = ke, sekolah = sekola, mereka
memunculkan sebuah struktur kalimat Li Niha ala anak kecil yang baru belajar berkata-kata,
sebagai berikut: Ya'odo möi ba sekola - (maksudnya: Möido ba zekola - Saya pergi ke
sekolah). Lalu, dengan mengetahui bahwa:
tidak = lö'ö,
baik = sökhi,
kelakuan = amuata,
kamu/engkau = ya'ugö,
muncullah: (maksudnya: Lö sökhi amuata ya'ugö Lö sökhi gamuatau – tidak baik kelakuanmu).

Biasanya, struktur kalimat Li Niha yang tidak biasa itu menjadi bahan tertawaan Ono Niha.
Dan pada umumnya, struktur asing itu akan tetap melekat dalam ingatan mereka hingga
mereka meninggalkan Pulau Nias, karena tidak ada yang membetulkan.
Ada banyak alasan mengapa reaksi kita (baca: kami ketika itu) hanya sebatas menertawakan
atau memperolok-olok.
Yang pertama ialah: keterbatasan penguasaan bahasa Indonesia,
sehingga kami tidak mampu menjelaskan hal-hal yang memang kompleks seperti itu kepada
mereka. Harap dimaklumi, pada umumnya anak-anak desa yang belajar di Gunungsitoli
ketika itu, baru mulai memakai Bahasa Indonesia ketika menempuh pendidikan di Gunungsitoli.
Kedua, kami juga bukan ahli bahasa Nias sehingga tidak mudah memberikan penjelasan
yang memuaskan, meskipun tahu bahwa hal itu tidak pas, tidak tepat, lö fagöna, lö faudu,
  enahöi.
Alasan ketiga, memang dalam diri kami belum tumbuh (lebih tepat: tidak ditumbuhkan) sikap
peduli (konsen), sikap memiliki dan menghargai Li Niha. Bahkan penguasaan Li
Niha secara fasih - dalam arti: mengikuti kaidah-kaidah bahasa dan pengucapan Li Niha
yang asli - dikaitkan dengan keterbelakangan dalam segala aspek kehidupan. Sekadar
contoh, di kala itu, tidak jarang anak-anak desa diperolok-olok, bahkan juga oleh anak-anak
Ono Niha sendiri, karena tidak dapat melafalkan huruf "d" ala Bahasa Indonesia
(Lihat artikel Bunyi Huruf "D" Dalam Li Niha).

Apa yang menjadi kerisauan kita sebenarnya? Yang menjadi kerisauan kita ialah: bahwa
'bangunan' Bahasa Nias yang kita warisi itu mulai 'porak-poranda' oleh 'konvensi' yang
dipaksakan dari luar. Kaidah-kaidah Bahasa Nias yang keliru yang secara tak sengaja
dimunculkan oleh orang lain tidak pernah merisaukan kita. Yang lebih menyedihkan
adalah proses 'pembiaran' yang kita lakukan: kita tidak memprotes ketika nama atau marga
kita di KTP ditulis secara salah, kita selalu 'memaklumi' penulisan yang salah kata-kata Li
Niha oleh orang lain tanpa pernah berusaha mengoreksinya.
Kehadiran kaset-kaset lagu pop Nias di satu pihak membanggakan kita, tetapi di pihak lain
menjadi lahan yang subur untuk menyebarkan berbagai kekeliruan penulisan bahasa Nias
yang sebenarnya tak perlu terjadi.
Kini, setiap kali berjumpa dengan orang-orang yang pernah menginjakkan kakinya di Nias,
kita tentu tidak jarang menelan rasa 'jengkel' apabila yang bersangkutan menyapa kita
dengan ramahnya, sambil mengucapkan kata-kata Nias dalam kalimat dengan struktur dan
gaya buatan mereka sendiri dan tanpa arti yang jelas seperti: Manere-nere si alabe ..., atau menyapa kita dengan salam khas kita "Ya'ahowu" tetapi dengan pengucapan gaya baru: Yahobu. Atau membiarkan pengucapan marga kita "dimodifikasi" sehingga muncul
marga-marga "generasi baru" Ono Niha ciptaan orang luar: Bulolo, Bulele, Daki, Daci, Gule, Jay, Halewa, Lahiya, Sega, Talaubanua, Saluku dan sebagainya.

Berbagai keprihatinan yang berkaitan dengan nasib Li Niha berpulang kepada kita semua.
Kita Ono Niha-lah, yang memutuskan apakah 'konvensi' yang dipaksakan dari luar itu kita
terima begitu saja ... kitalah yang harus mengambil sikap MENOLAK terhadap
'konvensi-konvensi' baru yang bukannya memperkaya Li Niha secara sehat, tetapi justru meracuninya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hilisataro tempo doeloe

Hilisataro tempo doeloe