Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. (Yohanes 8:6)
Sebagian besar orang bertanya-tanya:
Apa yang Yesus tulis di tanah?
Ini memang pertanyaan menarik sebab tidak ada penjelasan apapun melalui Alkitab tentang apa yang Yesus tulis di tanah. Tradisi-tradisi paling awal juga tidak ada kesepakatan pasti. Sejauh ini, semua penjelasan hanya berdasarkan imajinasi saja, contoh:
a) Yesus suka memberikan perumpamaan, bisa jadi tindakan-Nya itu simbolis;
b) Yesus juga 'to the point' tiap mengecam pemuka-pemuka agama Yahudi, bisa jadi Dia menulis 10 Hukum Tuhan;
c) Yesus adalah Maha-adil, bisa jadi Dia menulis proses penangkapan wanita itu yang inprosedural;
Dan, masih banyak 'bisa jadi, bisa jadi' yang lain.
Jadi, saya tidak mau berasumsi apa yang Yesus tulis ditanah pada peristiwa "perempuan yang berzinah" ini.
Kenapa jarang yang berpikir:
Mengapa Yesus menulis ditanah?
Yesus bisa saja mengutarakan langsung, secara lisan, apa yang Dia maksudkan ketimbang repot-repot menulis, ditanah pula, yang memakan waktu dan belum tentu juga dibaca semua orang ditempat itu.
TindakanNya ini justru terlihat lebih banyak mubazirnya.
Tetapi......
Melakukan suatu hal dengan percuma tanpa tujuan yang jelas adalah sama sekali bukan gaya dan karakter Yesus Kristus.
Tuhan saya tidak pernah melakukan sesuatu yang sia-sia. Itu prinsip saya.
Sebelum membahas tindakan Yesus dan reaksi para penuduh dalam peristiwa ini, kita harus melihat peristiwa ini secara keseluruhan yang dimuat dalam Yohanes 8:2-11 (oleh LAI perikop "Perempuan Yang Berzina" ditempatkan mulai pasal yang ke-7 ayat 53), termasuk pendapat para ahli naskah kuno.
Para pakar naskah kuno menganggap paragraf ini tidak ditulis oleh Yohanes (termasuk 7:53).
Mengapa?
Alasan utamanya adalah karena gaya bahasanya nyaris tidak menunjukkan ciri tulisan Yohanes. Bagian ini kemungkinan merupakan cerita yang ditambahkan yang berasal dari tulisan Lukas (Lukas 21:38). Meskipun demikian, para ahli yang sama juga berkesimpulan bahwa nilai historis cerita ini tidak perlu diragukan sebab narasi cerita ini sesuai dengan fakta sejarah, kebiasaan, dan juga cocok dengan demografi lokasi-lokasi yang diceritakan.
Artinya, secara historis, kisah ini jelas memang pernah terjadi yang sejak awal memperoleh tempat di dalam teks Injil Keempat atas persetujuan penulis Injil Yohanes (tafsiran Wycliff dan catatan kaki Alkitab Yerusalem). Disinyalir, ketika penulis Injil Yohanes membukukan Injil Keempat ini, ada sumber lain yang mengingat kisah ini dan menambahkan kisah ini atas persetujuan Yohanes.
Jika cerita ini ditambahkan orang kedua dengan persetujuan Yohanes maka itu adalah hal yang wajar sebab Yohanes bukan satu-satunya saksi mata perbuatan-perbuatan Yesus. Banyak saksi mata lainnya dan terlalu banyak perbuatan Yesus semasa pelayananNya didunia yang tentu saja tidak semuanya disaksikan oleh murid-muridNya termasuk Yohanes. Yohanes sendiri mengakui bahwa "Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu." (Yohanes 21:25).
Jelas sekali maksud Yohanes memuat cerita ini:
Yesus lebih memperhatikan pemulihan dan pertobatan orang berdosa, dan juga Yesus tidak berkenan semua aktifitas yang inprosedural. Itulah inti cerita tentang 'Perempuan yang berzinah' ini.
Kembali ke kronologi "perempuan yang berzina".
Waktu dan tempat terjadinya peristiwa ini disebutkan dengan jelas pada ayat 2: Pagi hari di Bait Allah.
Jika Yesus datang dari Bukit Zaitun (ayat 1), dari timur, maka Dia menuju ke Bait Allah lewat Pelataran Wanita (tafsiran Wycliff). Menurut ayat 2, Dia mengajar di situ. Oleh karena banyak sekali orang yang mengikuti perayaan hari Raya Pondok Daun, maka Yerusalem masih ramai, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya.
Sesuai dengan kebiasaan rabi-rabi Israel, Yesus duduk dan mengajar mereka.
Hal ini tidak dapat diterima oleh seteru-seteruNya.
Para pemimpin agama Yahudi seteru Yesus, yang geram, pun telah menyiapkan diri mereka dan membuat siasat untuk menantang hak mengajar-Nya sebagai seorang rabi.
Para penuduh dalam peristiwa ini adalah ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (ayat 3-4). Ini mengkoreksi anggapan bahwa "orang banyak" adalah yang menjadi penuduh dalam peristiwa ini. Yesus memang mengajar rakyat banyak (ayat 1) tapi bukan mereka yang menjadi penuduh.
Kemarahan atas keberhasilan Yesus, dan rasa jengkel atas ketidakmampuan mereka untuk membungkam-Nya, membuat para pemimpin agama itu memanfaatkan kesempatan untuk mempermalukan Dia di hadapan orang banyak.
Tuntutan para pemuka agama inipun dimulai.
"Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?"
Perkataan para pemuka agama itu memang benar, tetapi Yesus memahami tujuan mereka: Mereka ingin menggunakan hukum untuk menyerang dan menjatuhkan Yesus.
Lucunya, justru hukum yang ingin mereka manfaatkan untuk menjatuhkan Yesus yang justru menggugurkan dakwaan mereka.
Prosedur hukum Yahudi menuntut paling sedikit dua saksi mata yang bersama-sama melihat peristiwa dosa seks itu pada saat terjadi. Saksi mata harus melihat pelanggaran itu sendiri, bukan hanya berasumsi atas situasi yang mencurigakan. Juga, Imamat 20:10 dan Ulangan 22:22 mewajibkan bahwa laki-laki itu juga harus dihukum. Dengan sekian banyak syarat, ada kemungkinan yang sangat besar bahwa perempuan itu dijebak. Artinya, dia memang melakukan zinah (ayat 11) tetapi dia sengaja ditangkap dengan tidak sesuai prosedur hukum Yahudi. Apabila orang-orang Farisi itu memang benar-benar ingin memberlakukan hukum Taurat, mereka seharusnya juga menyeret pihak laki-laki. Tapi pihak laki-laki tidak ada dalam daftar tersangka mereka.
Mereka hanya membuat perangkap dengan keyakinan bahwa akhirnya Yesus dapat didiamkan.
"Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zina."
Trik psikologis-pun digunakan oleh para pemuka agama ini dengan menempatkan perempuan itu ditengah-tengah rakyat banyak untuk mempermalukan perempuan itu sehingga perempuan itu tidak memiliki keberanian untuk membela perkaranya.
Kemudian Yesus menulis ditanah.
Kbali lagi ke pertanyaan:
Mengapa Yesus menulis ditanah?
Jawabannya:
Karena Yesus ingin memberi para penuduh itu waktu untuk berpikir dan menggunakan hati nurani mereka dalam menilai kasus ini.
Yesus bersikap demikian karena apapun yang dijawab Yesus tentang kasus ini akan digunakan untuk menjatuhkan Dia sebab lawannya bukan hanya berusaha menjeratNya dengan hukum Taurat tetapi juga berusaha memakai hukum Roma untuk menjerat Yesus.
Jika Yesus menjawab bahwa perempuan itu harus dihukum mati, maka mereka dapat membawa Yesus kehadapan pemerintah Roma karena Hukum Roma tidak memperbolehkan orang Yahudi melaksanakan hukuman mati. Larangan ini bisa disimak dalam Yohanes 18:31 (Kata Pilatus kepada mereka: "Ambillah Dia dan hakimilah Dia menurut hukum Tauratmu." Kata orang-orang Yahudi itu: "Kami tidak diperbolehkan membunuh seseorang."). Sebaliknya, jika Dia berkata bahwa perempuan itu harus dilepaskan, Ia melanggar hukum Taurat, sehingga nama-Nya dapat dijelekkan di depan orang banyak yang baru saja diajarNya. Yesus memandang tidak perlu langsung menjawab melainkan diam dan melakukan sesuatu selain berbicara agar taktik para lawannya tidak bisa diwujudkan. Sehingga, dengan menulis di tanah maka Yesus menunda reaksi para penuduh ini sehingga Dia dapat memberikan mereka kesempatan untuk memikirkan diri mereka sendiri dan memberi kesempatan supaya hati nurani mereka, dan hari nurani orang banyak, bekerja.
Jadi, ini sebenarnya adalah 'psychology battle'.
Lalu, bagaimana reaksi para penuduh itu saat Yesus menulis ditanah?
Semula mereka tidak mau berpikir.
Mereka tetap berusaha, dengan paksaan, agar Dia jatuh ke dalam perangkap mereka, sehingga Yesuspun memberi penegasan:
"Barangsiapa... tidak berdosa..."
Kata-kata Yesus menyebabkan berpindahnya perhatian orang banyak dari Yesus dan perempuan itu kepada para penuduh.
"Tidak berdosa" tidak harus dosa perzinahan, tetapi dosa secara umum. Dalam hal ini, Yesus bukan saja ingin memberikan pengajaran pada para penuduh tetapi juga pada orang banyak. Jika dilihat dari cepatnya respons orang banyak pada kata-kata Yesus ini bisa dibilang bagi orang banyak peristiwa ini adalah 'presentasi' atau bahkan 'praktikum' dari apa yang baru saja diajar Yesus pada mereka.
Banyak yang keliru dengan menganggap bahwa orang banyak yang diajar Yesus mendukung para penuduh ini. Orang banyak itu justru dongkol. Mereka telah mengikuti Yesus dari pagi sehingga tingkah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, yang membawa seorang wanita yang kedapatan berbuat zinah, justru mengganggu waktu belajar rakyat banyak itu sehingga sebenarnya rakyat banyak itu justru 'bete' pada para pemuka agama tersebut, terlebih lagi, rakyat banyak ini tentunya paham bahwa tuduhan itu mengada-ada karena tidak ada satupun saksi yang disertakan dalam tuduhan para penuduh. Bisa disimak dalam ayat 7, yang terus menerus mendesak jawaban Yesus adalah para pemuka agama Yahudi itu bukan orang-banyak.
Kata-kata Yesus yang didengar oleh orang banyak membuat hati nurani mereka mulai bekerja.
Hasilnya?
Mereka, mulai dari yang tertua, mundur.
Bisa jadi yang tertua itu berasal dari kelompok orang-banyak, bukan kelompok pemuka agama. Jika ya, maka ini tentu membuat nyali para penuduh Yesus menjadi ciut karena melihat respons orang banyak yang tidak mendukung tindakan mereka dan malah 'walk out'. Para pemuka agama yang munafik ini kehilangan 'supporter' potensial mereka, bahkan mungkin 'tim cheerleader' yang mereka harapkan, sehingga akhirnya para penuduh itupun ikut pergi dengan menanggung malu dan, tentunya, kegeraman yang menyala-nyala yang kelak berujung pada tuduhan yang lebih serius, 'makar pada Kaisar', sehingga membuat Yesus dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah Romawi melalui Pontius Pilatus.
Banyak yang beranggapan bahwa tulisan yang ditulis Yesus yang menggerakan hati orang banyak dan para penuduh sehingga mereka pergi dari lokasi itu, tetapi narasi Alkitab jelas memberitahukan pada kita bahwa kata-kata Yesus-lah yang menggerakan hati orang banyak bukan apa yang ditulisnya. Yesus sudah menulis, tapi para penuduh itu masih 'ngeyel':
Yohanes 8:7
Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. Dan ketika mereka TERUS-MENERUS bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
Setelah berkata "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa" Yesuspun menulis lagi, dan kemudian narasi Alkitab menjelaskan dengan terang sekali bahwa bukan apa yang mereka baca tapi apa yang mereka dengar dari Yesus yang membuat mereka pergi: "Tetapi setelah mereka MENDENGAR PERKATAAN itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua." (Yohanes 8:9)
Jadi, memang diperlukan ketelitian saat membaca kisah ini.
Penjelasan sederhananya:
Sulit bagi orang banyak membaca tulisan Yesus, bukan karena mereka tidak bisa membaca tapi ruang gerak terlalu sempit, bisa-bisa tulisannya terhapus jika mereka berbondong-bondong berusaha membaca tulisan itu. Sekalipun mereka tidak berdesak-desakan, hanya sekelompok kecil saja yang memiliki ruang untuk membaca tulisan itu. Saya pun yakin bahwa Yesus tidak menulis dengan menggunakan huruf-huruf 'raksasa', sehingga sulit bagi sekelompok besar orang untuk membaca tulisan itu secara bersama-sama.
Mengapa yang paling tua yang lebih dulu tergugah nuraninya?
Ini karena orang yang lebih tua lebih dulu sadar pada dosanya, bahkan teringat pada akibat dari dosa-dosa mereka dimasa-lalu entah kepada keluarga juga kepada kelompok yang lebih besar. Usia membuat mereka dengan sendirinya memimpin kelompok-kelompok sel mereka untuk walk out dari lokasi itu. Memang, pengalaman hidup yang lebih panjang dengan dosa membuat kelompok yang tertua lebih mudah tertuduh nuraninya.
Ada yang berpendapat, mereka pergi karena takut dihukum sesuai Taurat Musa (dirajam) dan hukum Romawi. Tetapi, klaim bahwa mereka pergi karena takut dirajam adalah klaim yang sulit dibuktikan. Kenapa?
Hukum Taurat dan hukum Romawi.
Dalam Hukum Taurat dan Hukum Roma tidak bisa langsung main rajam hanya karena ada tulisan tentang pelanggaran Hukum Taurat, dan/atau pelanggaran pada Hukum Roma, oleh seseorang. Kalau memang mereka takut, berarti seharusnya ada saksi mata pelanggaran semua orang itu. Ini malah jadi pertanyaan: Kenapa saksinya tidak bersaksi jauh-jauh hari? Juga, apakah kesaksiannya sudah pasti benar? Dan lagi, apa mungkin saksi mata semua orang itu secara kebetulan berkumpul di hari yang sama dan di lokasi yang sama? Pertanyaan-pertanyaan ini akan memunculkan jawaban yang ambigu. Lagipula, kalau mereka pergi karena takut dirajam, sebab membaca tulisan itu, maka seharusnya saat Yesus menulis pertama kali mereka sudah membacanya, merasa takut, dan pergi. Tetapi, mereka justru baru pergi saat mendengar kata-kata Yesus, bukan karena membaca tulisanNya. Jadi, detail tentang Hukum Taurat dan penerapan hukum Romawi membuat klaim ini, terkait keputusan walk out orang banyak, digugurkan.
Lantas, mengapa Yesus tidak menghukum perempuan ini?
Karena Yesus lebih memprioritaskan pemulihan orang berdosa ketimbang ketaatan pada hukum Taurat secara teliti.
Kita tidak tahu mengenai sisa hidup perempuan itu setelah peristiwa terkenal ini tetapi melalui peristiwa ini kita lebih mengerti mengenai sifat Terang Dunia Yesus dalam merangkul orang berdosa dengan belas-kasihan, dan juga mengenai sifat kegelapan yang tidak pernah mampu menguasai Terang itu ketika Yesus membawa orang berdosa kepada pertobatan. Yesus tidak mengentengkan dosa perzinahan melainkan berbelas-kasihan.
Yesus tidak kompromi dengan dosa. Apabila perkataan Yesus, "Aku pun tidak menghukum engkau", tergolong sangat lunak, maka hal tersebut diimbangi oleh ketegasan Yesus:
"Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi."
_________________________________________
Disusun Oleh: DEVY RANSUN
Referensi:
°°°°°°°°°°°°°
1. Alkitab Yerusalem (catatan kaki) untuk Yohanes 8:1-11;
2. Dave Hagelberg (tafsiran Alkitab) untuk Yohanes 8:1-11;
3. Wycliff (tafsiran Alkitab) untuk Yohanes 8:1-11.
Kutipan:
°°°°°°°°°°°
1. Yohanes 8:6;
2. Yohanes 21:25;
3. Yohanes 8:5;
4. Yohanes 8:4;
5. Yohanes 18:31;
6. Yohanes 8:7;
7. Yohanes 8:9;
8. Yohanes 8:11.
Saduran:
°°°°°°°°°°°
1. Sebagian besar narasi disadur dari Tafsiran Dave Hagelberg dan Tafsiran Wycliff untuk Yohanes 8:1-11;
2. Kalimat pertama pada paragraf tentang keterangan yang memuat 'Pelataran Wanita' disadur dari tafsiran Wycliff (telah dicantumkan sumber saduran didalam paragraf);
3. Paragraf ke-15 adalah gabungan saduran dari tafsiran Wycliff dan Catatan Kaki pada Alkitab Yerusalem untuk Yohanes 8:1-11 (telah dicantumkan sumber saduran didalam paragraf).
Keterangan foto:
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Lukisan "Yesus dan wanita yang berbuat zinah" yang dilukis Pieter Bruegel pada 1565.
Sumber foto:
°°°°°°°°°°°°°°°°°
en.wikipedia/Jesus and the woman taken in adultery