Sabtu, 25 Juli 2009

TEORI MULTI ETNIS NONONIHA

Terbitnya buku Ho Jendela Nias Kuno - Sebuah Kajian Kritis Mitologis karangan dr. Victor Zebua, M. Kes. (selanjutnya disingkat: Zebua) semakin menyemarakkan perbincangan tentang asal usul masyarakat Nias yang dimulai sejak terbitnya pada tahun 2001 buku berjudul “Asal Usul Masyarakat Nias – Sebuah Interpretasi”, karangan P. Johannes Hammerle, OFM Cap. (selanjutnya disingkat: Hammerle). Buku yang terakhir disebut telah menjadi buku “pegangan” dan “rujukan” hampir setiap Ono Niha dan orang luar yang mau membicarakan asal usul masyarakat Nias (böröta Nono Niha).

Baik Hammerle maupun Zebua [1] menganut teori multi-etnis, suatu teori yang mengatakan bahwa masyarakat Nias bukanlah berasal dari satu leluhur tetapi dari beberapa leluhur. Dalam bukunya [2], Hammerle antara lain mengatakan [hal. 3-4]:

“Diharapkan teori yang kami rumuskan di bawah ini dapat dikembangkan menjadi satu tesis yang tidak perlu dibela atau dipertahankan, melainkan menjadi satu tesis inspirativ yang dengan sendirinya dapat meyakinkan kita karena sungguh stringen dan logis.

Sebenarnya kurang tepat kalau kita mengatakan asal usul suku Nias, seolah-olah kita ‘a priori’ sudah memastikan, bahwa di pulau Nias ini hanya terdapat satu suku saja. Siapa tahu, masyarakat Nias terdiri dari beberapa suku yang berbeda-beda ? Istilah ‘masyarakat’ luas dan terbuka kemungkinan bahwa penduduk-penduduk Nias berasal dari suku-suku yang heterogen. Boleh jadi, bahwa masyarakat Nias yang sekarang ini melalui sekian abad sudah mengalami suatu proses asimilasi dari masyarakat heterogen semula sehingga akhirnya dari pelbagai puak yang berbeda menjadi satu masyarakat yang hampir homogen. Terserah kepada sang pembaca apakah teori ini diterima, ditolak atau dikaji ulang yang penting bahwa masyarakat Nias memiliki budaya material dan immateial yang saling berbeda.”

Jauh sebelumnya, dugaan bahwa masyarakat Nias berasal dari pertemuan berbagai suku ditemukan juga dalam buku Elio Modigliani [3] yang dirujuk oleh Hammerle dalam bukunya [2].

Eduard Fries, seorang misionaris dan pelukis yang tinggal di Nias selama hampir 16 tahun (1904 – 1920) menulis buku dalam bahasa Nias varietas Utara berjudul “Nias – Amoeata Hulo Nono Niha” yang terbit tahun 1919. Pada halaman 53 buku tersebut, Fries menulis:

“Yang sering diceritakan dahulu ialah bahwa dari Teteholi Ana’a, suatu tempat di lapisan atas bumi, diturunkanlah ke bumi Nias 3 orang anak Sirao: Hia mendiami hulu Gomo, lokasi ‘börö nadu’ yang ada sampai sekarang, Daeli mendiami Onoawembo Ulu Nidanoi, dan Gözö mendiami bagian Utara. Barangkali intinya adalah bahwa orang Nias bukan berasal dari satu turunan, karena dahulu manusia di Nias sudah mendiami tiga lokasi. Lama kelamaan, ketiga puak itu bercampur dan bertambah banyak sampai akhinya Nias dipenuhi oleh manusia.”

Selanjutnya Fries berkata:”Dan dari mana leluhur Nias datang, apakah dari tanah Batak, atau dari pulau lain, atau apakah merupakah hasil ‘pertemuan’ para pelayar dari pulau lain, tidaklah jelas. Dan biarpun disebutkan silsilah yang 24-30 generasi banyaknya, kita tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Yang kita tahu dari sumber asing hanyalah tulisan seorang Persia bernama Soleiman, yang pernah datang ke kepulauan Hindia pada tahun 850 sesusah masehi; Soleiman pernah juga singgah di Nias (yang disebutnya: “Nian”). Soleiman mengisahkan bahwa di Nias dia menemukan orang-orang yang biasa memenggal kepala manusia.

Penuturan Soleiman (Sulayman) ini juga terdapat dalam buku Hammerle (Asal Usul .. , hal. 13-14) yang diambil dari buku Schröder [4].

Fries menulis lagi pada halaman yang sama:“Jadi saat ini tiada jalan untuk menelusuri asal usul orang Nias, selain penelitian terhadap sosok dan raut muka orang Nias, mana tahu dari situ para peneliti bisa menjelaskan mengapa sosok dan rupa orang Nias berbeda-beda, walau mereka telah membaur cukup lama sehingga menjadi satu “suku” bangsa. Untuk itu, pada tahun 1910 diutuslah Dr. Kleinweg de Zwaan ke Nias untuk mengukur fisik orang Nias; pekerjaannya bukan untuk menakut-nakuti orang, tetapi untuk coba mencari tahu hal-hal yang disebutkan di atas. Hasil usaha Dr. Kleinweg de Zwaan ini belum seluruhnya dibukukan.

Hampir seabad kemudian, pesimisme Fries disingkirkan oleh Hammerle yang mengemukakan teori multietnis atas asal usul masyarakat Nias, dengan mengajukan sejumlah bukti-bukti pendukung, penemuan arkeologis dan tafsiran atas mite dan hoho Ono Niha. Dalam responsnya terhadap Zebua (lihat artikel Buku Baru: Ho, Jendela Nias Kuno di Situs Museum Nias), Hammerle mengutip salah satu buku hasil karya Dr. Kleinweg de Zwaan, Die Heilkunde der Niasser (Ilmu Pengobatan Orang Nias).

Semoga terbitnya buku-buku karangan Hammerle dan Zebua di atas membangkitkan semangat generasi muda Nias untuk meminati budayanya. Lebih dari itu, semoga momentum ini semakin menumbuhkan sikap kritis masyarakat Nias, khususnya generasi mudanya, terhadap berbagai informasi (literatur) tentang budaya Nias yang telah ada, yang di masa lalu hingga kini dianggap sebagai kebenaran yang tak terbantahkan.

Sebagai penutup tulisan ini, disajikan sebuah kutipan dari satu buku karangan P. Johannes Hammerle yang lain [5]:

“Sangat kami sesalkan, kalau Proefschrift atau Disertasi Suzuki dapat diterima oleh satu Univesitas atau khalayak ramai karena dalam hal ini suku Nias dan kebudayaannya dirugikan. Mengapa demikian ? Karena mahasiswa/i Nias, yang tidak lagi mengenal adat Nias dulu, dan mengikuti kuliah umpamanya di USU Medan dan Univesitas di Jakarta atau di tempat lain, mendengarkan sekarang mata kuliah itu bagaimana sistim religius dan bagaimana kebudayaan di Pulau Nias tempo dulu, memang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi sesuai dengan Suzuki. Akhirnya Mahasiswa/I Nias nanti dapat menjadi pewarta Suzuki di Pulau Nias ini.” (eh).

Kutipan teks halaman 52-53 buku Eduard Fries:

Sasese letoeriaigö föna, ba ja’ia wa no moedada föna niha moroi ba zi sagötö jawa sotöi “Teteholi ana’a“; töi ndra toeara Zirao, ba töloe nahia dania sitaro ononia: toea Hia, ba no i’agö noeloe Gomo, si so na “börö nadoe” iroegi ma’öchö; Daeli, ba isawa Nono Waembo baoeloe Nidanoi; ba toea Gözö, ba jöoe so nahania. Te toehonia sa, wa tenga ha samboea gatoemboecha Nono Niha, me no töloe nahia ba zowoelo föna niha sato; ba itoegoe ara, ba itoegoe faroekaroeka sa’ae, irege dania afonoe niha hoelo andre. Ba heza si’ai la’otarai ira toea föna, na moroi ba danö Batak, ba na moroi ba hoelo bö’ö, ba ma na faondra ba da’e zolojo si’oroi ba hoelo tanö bö’ö, ba lö’ö sa’atö oroma. Ba he lafa’oli wanötöi nqa’ötö, saracha 24-30 wa’oya, ba lö tatoe sa’atö, na doehoe da’ö ba na lö’ö; awai sa göi nirongoda ba niha bö’ö, ha nisoera Niha Persia föna sotöi Soleiman, si no möi koemoli ba hoelo Hindria andre ba ndrö 850 fr. Kr.; no itörö göi hoelo Nias (nifotöinia hoelo “Nian”) ba no so ba da’e fönania niha sagamoe’i, si no tö’ölö wangai högö iwa’ö. Tobali lö lala sa’ae iada’e wanechegö si’ai böröta Nono Niha, baero wanechegö hewisa nga’eoe mboto fabaja chalachala mbawa Nono Niha: ma atö tola dania lasoe’agö tödöra sanqila watahögö, hewisa mbörö wa no fabö’öbö’ö si’ai Nono Niha, he wa’ae hatö samboea soi ira ba wa’ara. Andrö no lafatenge ba ndrö 1910 moroi ba danö Hoelöndra sijefo zi no to’ölö wangaloei simanö, sotöi Dr. Kleinweg de Zwaan, sanörönörö tanöda ba wanoesoe’a misa boto niha; tenga sa fameta’u niha geloeaha halöwönia no andrö, ha ba wanechegö da’ö fefoe, wa no i’ohalöwögoi, ba lö ahori mutanö ba zoera zi no isöndra.

Rujukan:

  1. Penulis masih belum mendapatkan buku tersebut, tetapi komunikasi pribadi dengan pengarang mengkonfirmasi hal ini.
  2. Hammerle, J. M., 2001: Asal Usul Masyarakat Nias – Suatu Interpretasi, Penerbit Yayasan Pusaka Nias, 2001.
  3. Modigliani, E., 1890: “Un Viagio a Nias. Illustrato da 195 incisioni, 26 tavole tirate a parte, e 4 carte geografiche, Milano. (Disalin dari catatan kaki buku Hammerle [2], hal. 42.
  4. Schröder, E.E.W.G., 1917: Nias, ethnograpische, geographische en historische aanteekeningen en studien. Brill, Leiden. Vol. Teks. Book III – Historie, hlm. 697-702. (Disalin dari catatan kaki buku Hammerle [2], hal. 13.
  5. Hammerle, J.M., 1986: Famatö Harimao: Pesta Harimao – Fondrakö – Börönadu dan Kebudayaan Lainnya di Wilayah Maenamölö – Nias Selatan, Perc. Abidin Medan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hilisataro tempo doeloe

Hilisataro tempo doeloe