Kasus dugaan korupsi pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan merugikan negara miliaran rupiah dengan pagu senilai Rp1.783.103.724 dalam proses penyelidikan pihak Kejaksaan Cabang Negri Teluk Dalam.
Halitu di tegaskan Kepala Kejaksaan Negeri Gunung Sitoli, Teluk dalam Rabani Halawa, SH. Kepada wartawan, baru-baru ini saat dikonfirmasi terkait penanganan kasus tersebut. Menurutnya penangaan kasus tersebut didasari laporan LSM-LP2KHN Nias di Januari 2010.
Menurut Jaksa muda golongan III/C ini, pihaknya telah memintai keterangan tiga orang pegawai Dinas Kesehatan Nias Selatan yakni Kristian Hondro, selaku PPK dan juga bendahara serta seorang pegawai lainnya tanpa menyebutkan namanya.
Sementara Kordinator LSM – LP2KHN Nias, Herman Jaya Harefa dikonfirmasi melalui telefon selulernya membenarkan pihaknya telah melaporkan kasus tersebut kepada Kacabjari Teluk Dalam sesuai laporan No: 001/KPN-LP2KHN/ I/2009 tanggal 11 januari 2010 lalu.
Menurutnya laporan tersebut didasari temuan BPK – RI Perwakilan Medan menemukan adanya kerugian negara minimal Rp1.783.103.724 dalam pengadaan obat tersebut. Terlapor adalah Rahmat Alyakim Dakhi, SKM. M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan sekaligus kuasa pengguna anggara (KPA) Cristian Hondro selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) yang sekarang ini sebagai KTU Rumah Sakit Lukas Nias Selatan dan Faahakho Dodo Mendefa selaku Ketua Panita.
Lebih detail Herman mengatakan pengadaan obat tersebut dilaksanakan melalui rekanan PT. Safeta Rianda melalui proses penunjukan langsung sesuai dengan surat pejabat pembuat komitmen pengadaan barang jasa Dinas Kesehatan Kab. Nias Selatan No.442.1/02/PPK-PL/IX/2007 tanggal 21 September 2007 kepada panitia pengadaan Obat-Obatan Dinas Kesehatan.
Selanjutnya 28 Sep 2007 PT. Safetaria Rianda mengirimkan surat pernyataan minat, dan memasukan penawarnya 05 Oktober 2007 panitia melakukan Klarifikasi dan negoisasi, dengan hasil akhir di setujui Rp3.591.976.000.00. Di mana harga tersebut lebih rendah Rp 11.608.00 dengan harga HPS. Namun berdasarkan temuan di lapangan ternyata harga satuan HPS dan penawaran rekanan berada di atas harga obat generik yang dikeluarkan Menteri Kesehatan dan harga obat di apotik daerah sekitar, sehingga bila dihitung menggunakan harga pasar setempat pada jumlah dan item yang sama seperti yang terdapat dalam kontrak kerja dapat selisih sebesar Rp1.899.743.894.111, dibanding harga obat sekitar sebesar Rp1.484.069.808.00.
Dibandingkan dengan harga menteri kesehatan. Sehingga atas dasar tersebut kita meminta Kepada KPK, BPK, Kejatisu segera memproses kasus tersebut. Dalam kasus ini Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan harus bertanggung jawab. Jika kasus ini tidak segera diproses maka pihak LSM- LP2KHN akan menurunkan personil untuk melakukan demonstrasi guna mendorong penuntasan kasus tersebut sampai tuntas, ujar Herman.(mbc-ns-003)
Sumber:http://matabangsa.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar